Oleh: Amhar Rasyid
Bandung: 28 Februari 2025
Assalamu’alaikum wr,wb
Saya melihat fenomena #Kabur Aja Dulu di Medsos nampak cenderung kurang eksistensial dibandingkan dengan ceramah Ramadhan oleh Prof. Quraysh. Dikatakan kurang eksistensial karena fenomena semacam itu sifatnya massal, sementara paham eksistensial sangat menekankan kebebasan dan tanggung jawab individual. Bahkan Jean Paul Sartre berpendapat bahwa eksistensi mendahului esensi. Namun dugaan saya itu masih bisa diperdebatkan, barangkali saya salah. Maka beberapa pertanyaan muncul di benak saya: 1. Apa maksud Kabur Aja Dulu? 2. Apa indikator yang menunjukkan bahwa fenomena tersebut kurang eksistensial? 3. Bagaimana penekanan/stressing yang diajukan oleh Prof. Quraysh? Pelajaran apa yang dapat dipetik antara keduanya? Karena sumber data saya hanya di YouTube tentu sumber referensinya kurang memadai, namun bukan tidak akurat. Yang cenderung lebih akurat itu agar mendekati objketifitas ialah tatkala terjadi dialog antara pembaca dan pengarang guna mengembangkan Cakrawala Bersama (Fusion of Horizons) kata Gadamer. Maka tulisan berikut mendukung ‘frame’ semacam itu dalam membicarakan fenomena di atas.
Mau #Kabur Aja Dulu? Boleh2 saja, tetapi ingat puasa Ramadhan sudah di ambang pintu. Istilah ‘Kabur’ bagi warga Jakarta tentu berbeda artinya dengan bahasa Indonesia resmi. Kabur di sini bukan berarti ‘samar, buram, tak jelas’, tetapi ‘lari, minggat, pergi tanpa pamit/tanpa Assalamu’alaikum’. Jadi bila anak kabur artinya melarikan diri dari rumah, bikin orang tuanya cemas. Sebagaimana diketahui kini di media sosial banyak muncul Hashtag pagar (#) Kabur Aja Dulu …maksudnya ingin lari ke luar negeri, lalu inisiatif saya mengaitkannya dengan berbagai ceramah Prof. Quraysh Shihab tentang Puasa. Ceramahnya tersebut menarik, logis, berwawasan ilmiah dan cenderung eksistensialis. Apa isi ceramahnya? Mari kita simak tulisan berikut meskipun koper anda sudah di ‘umpetin’ dalam mobil.
Disclaimer: Prof. Quraysh Shihab mengatakan dalam YouTube bahwa dia bukan Politisi tetapi Ilmuwan. Ilmuwan boleh Salah tetapi harus Jujur. Politisi boleh Bohong tetapi harus Benar katanya. Apa ia begitu Prof?
Cermahnya jelas mengarah kepada eksistensialis. Pertama tentang ucapan Marhaban Yaa Ramadhan. Marhaban dalam Bahasa Arab, kata Prof. Quraysh, boleh jadi artinya tanah lapang luas tempat orang bebas menyambut kedatangan. Maka ucapan Marhaban ya Ramadhan seyogyanya jangan disambut dengan hati kesal ‘ah datang lagi..datang lagi’ katanya..tetapi ucapkanlah Selamat Datang ya Ramadhan. Ia pantas disambut dengan lapang dada, dengan senyum penuh kegembiraan, karena ia datang satu kali dalam setahun dengan membawa berkah yang banyak bila manusia mengetahuinya. Kedua, dikatakannya bahwa Marhaban berarti ‘tempat istirahat kendaraan buat sementara mengisi bahan bakar dan mereperasi bagian apa2 yang dirasa kurang mantap’. Maksudnya, datangnya Ramadhan dimaknai sebagai waktu interval untuk mereparasi bagian ibadah2 individual yang terasa kurang selama ini agar lebih ditingkatkan sehingga terasa makna eksis sebagai Mukmin. Jadi ucapan Marhaban ya Ramadhan itu seyogyanya se isi rumah, se isi rt, se isi rw, se kampung, se isi kota dan seluruh kaum Mukmin di Indonesia bersorak sorai bersama Muslim lainnya di seluruh dunia dengan datangnya Ramadhan…maka sebaiknya tunda aja dulu #Kabur.
Kedua tentang istilah Puasa. Dalam YouTube, Prof. Quraysh Syihab mengatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang miskin kosa kata, terutama bila dibandingkan dengan Bahasa Jawa. Ternyata Bahasa Arab juga kaya sekali dengan kosa kata katanya. Misalnya, kata Arab ‘ijlis’ dan ‘uq’ud’ sama2 berarti menyuruh duduk tetapi berbeda posisi. ‘Ijlis’ menyuruh duduk dari posisi berbaring. Sementara ‘uq’ud’ menyuruh duduk dari posisi berdiri. Kan beda? Katanya. Lebih jauh dijelaskannya bahwa bila ditemui dalam al-Qur’an kata2 yang ujung katanya memakai ‘alif dan nun’ itu artinya ‘sangat’(mungkin superlative degree?). Misalnya, kata ‘irfan artinya sangat arif. Rahman artinya sangat penyayang. Maka kata Qur’an (pakai AN) artinya qiraah (bacaan) yang paling lengkap. Bagaimana kalau nama Gibr AN atau #Kabur Aja dulu AN?
Coba perhatikan pula kata Puasa. ‘Puasa’, kata Prof. Quraysh, berasal dari bahasa Sanskerta ‘Upawasa’ artinya ‘menjauhi yang paling dekat/yang paling disukai oleh nafsu (makan, minum, sex). Kata ini tidak menggambarkan substansi ajaran Islam katanya, sebab maksud dari ‘ash-shiyam’ dalam Bahasa Arab lebih kepada ‘imsak’ (menahan). Kata ‘as-shiyam’ dan ‘as-shawm’ itu berbeda arti. Contoh, kata ‘shawm’ artinya ‘menahan berucap’ (menahan ngomong/tutup mulut). Contohnya ayat terkait sikap Ibu kandung Nabi Isa a.s: ‘Inni nadzartu shawman… (Q. S. Maryam ayat 26). Artinya ‘Aku sudah bernazar tidak akan berkata-kata’.. (karena Siti Maryam melahirkan anak tanpa Bapak sementara orang banyak punya dugaan macam2 padanya, kalaupun dijelaskan mereka tetap tak akan percaya, maka lebih baik shawm (tutup mulut). Jadi Siti Maryam telah punya sikap pribadi yang bertanggung jawab. Sementara kata Imsak artinya ‘menahan’ dari sesuatu tetapi maksudnya ‘baik’. Misalnya menahan angin keluar dari tubuh agar tidak batal (dengan maksud baik) ini juga berarti Imsak katanya. Kalau begitu menahan @#Kabur Aja Dulu agar Puasa bisa tuntas dalam negeri, mungkin juga berarti Imsak ya Prof?
Bila kata Imsak berarti ‘menahan’, lalu sebenarnya menahan dari apa? Menahan dari Hawa Nafsu kata Guru Besar tersebut. Nafsu itu ibarat bayi yang masih menyusu. Dia memang perlu diberi susu tetapi harus dikendalikan, di stop/disapih pada batas usia tertentu. Sayang atau tidak sayang, si ibu harus bilang ‘stop’ pada buah hatinya. Itu kiasan untuk mengendalikan nafsu. Mengendalikan bukan berarti membunuh. Boleh di malam hari bulan Ramadhan berbuat…., tetapi kendalikan diri di siang hari. Sekali lagi, berpuasa bukan membunuh nafsu tetapi mengendalikannya katanya. Mengendalikan nafsu individu itu di alam bebas menuntut pertanggungan jawaban perorangan, bukan resiko massa.
Di tempat lain Prof. Quraysh menjelaskan bahwa Allah itu juga bernama al-Somad yang berarti ‘Tempat Meminta’. Tetapi al-Somad dalam bahasa Arab juga berarti ‘tanpa lobang, tanpa celah’ kata guru besar tersebut. Karena Allah itu ‘tak punya lobang, tak punya celah’ maka Dia tidak Beranak katanya. Habis, mau keluar dari mana? Perhatikan juga ayat Yaa ayyuhal ladzina amanu, kutiba ‘alaikumus shiyam..al-Baqarah 183 katanya. Kata ‘amanu’ dalam ayat itu menunjuk kepada orang yang masih level rata2 kualitas imannya. Itulah sebabnya, katanya, ayat tersebut tidak menggunakan kata ‘Yaa ayyuhal Mukminun’ karena ‘Mukminun’ adalah level kualitas iman orang yang sudah elite. Jadi penggunaan kata ‘amanu’ secara etimologis bagi Prof. Quraysh sangat beimplikasi proses menggiring, meningkat dari das Man menjadi das Sein dalam bahasa Heidegger yang tidak mau mengakui dirinya eksistensialis. Ini selanjutnya berkorelasi dengan terjemahan ujung ayat..la’allakum tattaqun. Bagi Prof. Quraysh, terjemahan potongan ayat tersebut bukan ‘mudah2an kamu menjadi orang bertaqwa’, tetapi ‘mudah2an kamu terhindar dari bencana’. Nampak jelas penekanannya pada aspek humanis pada dataran eksistensial (pada nasib di bumi bukan taqwa dalam dada). Penafsiran ayat al-Qur’an itu dibawa kepada ‘persentuhan’ antara wahyu dengan pengalaman bathin. Dalam pemahaman saya atas penjelasannya, bila wahyu itu ibarat batu es, maka air yang meleleh dari batu es itulah wujud pengalaman bathin kita. Ini betul2 eksistensialis. Bahkan Prof. Quraysh mengatakan bahwa agama itu Hati Nurani katanya.
Dalam beberapa acara Podcast Shihab and Shihab bersama ayahnya, Najwa Syihab (Najwa artinya: Bisikan Qalbu), puterinya yang mantan wartawati senior Metro TV, mungkin ketawa mendengar disclaimer Abinya yang Ilmuwan tak boleh Bohong tapi boleh salah. Bagi ayahnya, berpuasa boleh mencicipi kuah gulai di lidah asalkan jangan ditelan. Menggosok gigi di saat berpuasa juga boleh bagi Prof. tersebut. Sementara Hadis Nabi yang mengatakan bahwa bau mulut orang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak misk….itu dinilainya sebagai bahasa metafor/kiasan katanya. Najwa semakin ketawa. Abinya lalu mengutip fatwa Mufti Mesir Syaikh Ali Jum’ah yang membolehkan pemain sepak bola untuk tidak berpuasa Ramadhan tetapi cukup dengan membayar fidyah. Fidyah artinya menganti puasa dengan membayar … Jadi, seandainya Ronaldo dan Messy masuk Islam, maka mereka boleh membayar fidyah ya? Kalau begitu berapa seharusnya Fidyah Ronaldo dan Messy ya? Ini menurut saya cenderung kepada eksistensialis, suatu ajaran filsafat dimana manusia yang menjadi focus penekanannya dari pada yang lain. Manusia sebagai anthroposentris.
Maka isi ceramah2 Quraysh Syihab di atas nampak bagi saya cenderung kepada Existensialis walaupun tidak persis seperti prakteknya di Barat. Maksudnya? Berdasarkan penjelasan Prof. Budi Hardiman bahwa filsafat Existensialis Kierkegard membawa orang kepada penemuan jati diri, hidup yang bermakna, hidup yang otentik, penuh tanggung jawab. ‘Tangan Mencincang Bahu Memikul’ kata pepatah. Tidak ikut2an orang banyak. Tidak condong kemana arah pohon ditiup angin. Eksistensialis lebih menekankan yang otentik pada diri sendiri. Eksistensialis contra dengan penyakit kebanyakan masyarakat kita, dari kota hingga desa. Seseorang yang eksistensialis itu anti tawuran siswa, anti gang motor, anti main hakim sendiri, anti nyoblos karena terima amplop, dan anti sharing apa saja di HP: itu semua ciri sikap kita yang tidak otentik, sikap yang bukan milik sendiri, sikap yang mirip dengan kayu hanyut di sungai tanpa arah, apalagi ikut2an #Kabur Aja Dulu. Prof. Quraysh ingin kita bertanggung jawab atas keislaman kita sendiri, maka harus paham arti keislaman, arti berpuasa, jangan ikut2an orang banyak.
Oleh sebab itu Prof. Quraysh sangat menekankan kebebasan hamba di hadapan Allah. Berpuasa itu, dalam kebebasannya, adalah merajut hubungan suci antara Allah dengan Manusia selama satu bulan penuh. Manusia yang punya jasmani dan rohani, dimana tension (ketegangan) antara pengekangan jasmani bernafsu dan rohani itulah yang mencerminkan jati diri orang yang berpuasa. Berpuasa baginya bukan langsung tancap gas dari awal bulan Ramadhan, tetapi perlahan tapi pasti, semakin ke ujung Ramadhan semakin banyak ibadahnya. Semakin ke ujung semakin bernas, semakin istiqomah, semakin padat ibadahnya bagaikan padatnya karung beras yang diisi, semakin memantapkan diri sebagai seorang Muslim yang merdeka. Berbeda dengan kebanyakan kita. Ramai di awal Ramadhan, tetapi semakin sepi langgar dan tarawih di ujung Ramadhan. Semakin ke ujung Ramadhan, karung semakin kempes (ini fenomena ikut2an/tidak eksistensialis/puasa musiman). Nah, ini kan sering diceramahkan juga oleh para dai Pak Amhar? Iya tetapi bagi Prof. Quraysh Shihab penekanannya lebih kepada sikap individual bukan sikap berjamaah. Dia lebih melihat dampak beragama pada penghayatan diri perorangan dari pada penghayatan orang banyak.
Sekarang dapat disimpulkan bahwa pandangan keislaman Prof. Quraysh Shihab menurut saya mencerminkan pandangan seorang Muslim eksistensialis yang ingin memperbaiki kualitas cara berpikir umat, cara berbudaya, cara bersikap.Dia ingin al-Qur’an dibumikan, dimana setiap gerak gerik individu: tegak, duduk, tidur, berorganisasi, bernegara semakin menampakkan jati diri Muslim sejati. Dia tidak terlalu terpaku dengan bunyi matan Hadis, termasuk dengan otoritas Salaf. Dia merdeka dengan intelektualnya. Pandangan keislaman semacam ini saya kira perlu terutama bagi generasi muda di Indonesia, yang harus tahu membedakan antara Islam esensial dan Islam institusional. Islam institusional artinya Islam yang telah melembaga seperti Islam Sunni, Islam Syi’ah, Islam yang telah dijaga dan dilestarikan sejak lama oleh para pemuka agama di dalam institusi tersebut, dimana kita ‘hanyut’ di dalamnya. Islam institusional kadang2 lebih ketat dari pada yang sekedar hubungan hamba dengan Allah, Islam yang telah rigid, telah memagari diri seperti thariqat2. Generasi muda Muslim hari ini harus tahu hal itu.
Jadi sebelum #Kabur Aja Dulu lebih baik tanyailah diri anda sendiri: apakah sudah siap berpuasa dengan tuntas sebelum kabur? Apakah puasa yang ditunaikan selama bulan Ramadhan ini sudah merupakan sikap jati diri, berasal dari suara Najwa dari dalam, bukan puasa ikut2an orang banyak? Puasa yang ikhlas kepada Allah dari ujung rambut hingga ujung kaki. Puasa yang menyadarkan Aku dihadapan Ilahi Rabbi. Mau kabur? ..yakin bisa berpuasa di negeri orang? Lebih baik #Puasa Aja Dulu..kabur nanti!
Sekian dulu pembaca terhormat. Selamat Berpuasa maaf lahir bathin bila ada kesalahan dari tulisan saya tiap Jum’at. Pamit, Wassalam, Amhar Rasyid, Jambi.