POLITIK HUKUM KEBIJAKAN HUKUMAN PIDANA MATI DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA (KUHP TERBARU)

Oleh: Sudiharsono

Pembaharuan hukum pidana melalui modernisasi dan rekodifikasi hukum pidana adalah agenda lama yang sudah dicanangkan Pemerintah Indonesia. KUHP terbaru mulai disusun sejak 1963 dan sampai sekarang belum selesai pembahasannya. Tahun 2019 Pemerintah dan DPR hampir menyepakati rancangan tersebut namun akhirnya gagal karena masih banyak penolakan dari masyarakat. Akhirnya pada tanggal 6 Desember 2022 RUU KUHP resmi disahkan menjadi undang-undang. Banyak hal pokok yang dibahas dalam KUHP terbaru, salah satunya soal pidana mati. Dalam KUHP terbaru masih memberikan tempat pada pidana mati sebagai salah satu sanksi pidana. Sekalipun kedudukananya bukan lagi sebagai pidana pokok tetapi hanya sebagai pidana khusus dan diancamkan secara alternative, namun esensinya pidana mati masih tetap eksis di ius contituendum kita.

Mempertahankan pidana mati dengan moderasi dalam ius constituendum merupakan pilihan politik hukum bangsa Indonesia. Dalam menentukan arah tersebut kita harus berpegang pada nilai-nilai falsafah dan dasar negara. Falsafah negara merupakan norma dasar dalam penyelenggaran negara sehingga ia dapat dijadikan dasar pengujian apakah kebijakan-kebijakan negara sesuai dengan persetujuan masyarakat atau tidak. Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara, digali dan ditemukan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia. Sehingga memposisikan pancasila sebagai suatu ideologi yaitu cara pandang terhadap negara. Oleh karena itu, analisis ancaman pidana mati terhadap tindak pidana ditinjauan dari nilai-nilai pancasila.

Secara keseluruhan terdapat 10 Pasal dalam KUHP terbaru yang menempatkan Pidana Mati sebagai salah satu ancaman hukumannya. Bergesernya pidana mati dari stelsel pidana pokok menjadi pidana khusus atau perkecualian itu didasarkan pada pemikiran bahwa memang pidana mati bukanlah sarana utama untuk mengatur, menertibkan dan memperbaiki masyarakat melainkan sebagai sarana pamungkas jika sarana lain sudah tidak dapat diandalkan. Penggunaan pidana mati diibaratkan amputansi dalam dunia kedokteran yaitu digunakan setelah sarana lain tidak dapat digunakan.

Bahwa pidana mati tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila karena pidana mati justru diadakan untuk tujuan menegakan norma-norma yang dikembangkan dari sila-sila pancasila. Dasar kebijakannya guna menyalurkan hasrat balas dendam masyarakat melalui jalur hukum, menghindari extra legal execution, mencari keadilan, dan menimbulkan efek jera dan sebagai upaya perlindungan terhadap “hak hidup” dari banyak orang. Semua itu sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Adanya perbedaan pandangan mengenai pidana mati, maka hukum pidana Indonesia perlu untuk membuat pengaturan mengenai pidana mati yang sesuai dengan HAM dan kondisi beragamnya macam-macam masyarakat Indonesia, jumlah penegak hukum yang masih terbatas, maka diperlukan aturan yang efektif agar dalam pelaksanaannya dapat dimaksimalkan sebaik mungkin. Maka dari itu dalam rangka penyusunan KUHP kedepannya dalam merumuskan pidana mati harus sesuai dan selaras dengan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi yang dijiwai oleh Pancasila dan diberikan hanya kepada tindak pidana berat yang menimbulkan kerugian secara luas.

*Silakan Share