Oleh: Amhar RasyidJambi, 18 April 2025Assalamu’alaikum wr,wbYth Bapak2/Ibuk2/Adik2 pembaca setia setiap Jum’at. Hari ini kita membicarakan tentang CARA untuk mengungkapkan sesuatu yang dianggap ‘BENAR’. Di ulangi, yang akan kita bicarakan di sini adalah ‘CARA’ penyingkapan yang dianggap benar secara empirik. Saya terinspirasi oleh ide filosuf Martin Heidegger yang mengatakan bahwa Kebenaran itu adalah sesuatu yang menyingkapkan diri (aletheia). Persoalannya kemudian ialah HOW? Misalnya bila makanan anda kurang lezat, orang banyak akan bilang ada sesuatu yang salah. Lantas timbul pertanyaan: Bagaimana CARA memasaknya? Mengapa masakannya tidak lezat, sementara chef (ahli masak) bisa menciptakan rasa lezat dengan bahan masakan yang sama? Mirip dengan CARA memasak tersebut, demikian pula CARA mengungkapkan kebenaran. Bilamana orang banyak menilai sesuatu hal tidak benar, lantas apa yang salah dengan CARA menyingkapkannya? Misalnya, ada negara yang ‘cantik’ menerapkan Trias Politica di negaranya, kenapa di negara kita kok jadi ‘kurang cantik’? Buktinya Lembaga Yudikatif Mahkamah Konstitusi bisa dikendalikan oleh Executive. Maka pertanyaannya: HOW, not to discover, but to uncover the truth? Berikut uraian dan contohnya dengan gamblang yang kita singkatkan dengan istilah WILEM (Wangi, Indah, Lezat, Enak, Merdu). Mudah2an anda setuju dengan diskusi kita ini.
WANGI…….wangi atau harum, harom (Aceh), faghiyah (Arab), faragrant, adalah hasil tangkapan indera hidung/penciuman. Bau wangi, harum, merupakan kesenangan umumnya manusia yang mempunyai panca indera penciuman yang normal. Masalahnya, bukan bau ‘harum’ itu yang kita diskusikan di sini, tetapi upaya manusia (CARA) untuk menghasilkan bau harum, yang sebenarnya merupakan upaya untuk menggapai kesepakatan orang banyak untuk bersetuju pada satu titik, yang kita beri istilah dengan ‘harum’. Dengan kata lain, ‘HARUM’ adalah pengakuan banyak orang terhadap sesuatu yang ‘BENAR’ secara logika tetapi melalui jalur indera hidung. Bilamana anda menghasilkan sesuatu bau yang wangi dan banyak orang suka padanya, artinya anda telah pandai/sukses pada CARA meramu berbagai unsur sehingga menghasilkan bau wangi. Sebaliknya, bila hasil kerja anda TIDAK WANGI artinya CARA kerja anda masih perlu dibenahi, sebab bau wangi belum ‘tersingkap’.
INDAH……..indah, elok, cantik, molek, ayu (Jawa), rancak (Minang), Mabello (Bugis), ceudah (Aceh), Jamilah (Arab), enak dipandang, beautiful adalah hasil tangkapan indera mata. Karya yang Indah itu biasanya karena teratur, rapi, terorganisir. Rambut yang disisir rapi terlihat indah. Lipstik yang meleber sebelah nampak tidak indah di bibir. Kursi kuliah di kelas bila ditata rapi akan menghasilkan pemandangan yang indah. Namun yang menjadi perhatian kita bukan Indah itu sendiri, tetapi upaya (CARA) manusia untuk menghasilkan sesuatu yang indah. Upaya semacam itu pada hakekatnya merupakan kiat untuk mencari titik kesepahaman bersama di mana titik puncaknya bertemu pada INDAH. Ijtihad hukum Islam adalah CARA ulama untuk menggapai yang indah melalui bazl jahd (usaha keras). Jadi ‘Indah’ itu dapat diumpamakan dengan BENAR secara logika, di mana banyak orang akan bersetuju mengacungkan jempol melalui jalur indera mata. Indah secara empiric. Umumnya kita mengidolakan yang INDAH, tetapi CARA2 untuk menghasilkan yang indah itu kadang2 kita kurang piawai. Semakin pandai CARAnya semakin tersingkap Indah yang terselubung. Maka Indah itu sesuatu yang menyingkapkan dirinya bilamana kita pandai caranya. Mirip dengan buah nenas di pohonnya, semakin pandai kita membuka kelopaknya satu persatu, semakin nampak indah buah nenas tersebut. Banyak film sinetron Indonesia di TV kurang mendapat jempol pemirsa, penyebabnya bukan karena ide ceritanya, tetapi CARA mengolah ide ceritanya kurang indah. Banyak ide untuk perbaikan system pendidikan di Indonesia, bertukar cabinet bertukar pula kebijakan pendidikan, tetapi CARA untuk memperbaiki system pendidikan itu yang dipertanyakan. CARA yang mengerucut pada angkat jempol oleh orang banyak. Demikian pula indahnya ajang Miss Universe (Ratu Sejagad) mungkin banyak orang akan setuju, tetapi CARA mengungkapkan keindahan itu yang bermasalah bagi kaum Muslimin.
LEZAT….lezat, nikmat, enak dicicipi, delicious adalah hasil tangkapan indra lidah. Rasa terlalu asin, misalnya, adalah tidak terjadinya kesesuaian (asimetris) antara saraf perasa dengan takaran garam yang dicampurkan dalam makanan. Rasa ambar (tawar) adalah kurangnya takaran garam menurut kekuatan daya serap saraf lidah. Maka kesesuaian takaran keasinan antara garam dan saraf perasa, itulah yang dinamai dengan lezat. Yang menjadi diskusi kita di sini bukan rasa LEZAT itu sendiri, tetapi upaya (CARA) manusia dalam menghasilkan sesuatu yang lezat dapat dilihat sebagai upayanya dalam mengaktualisasikan Kebenaran secara logika di mana lidah2 manusia dapat bersatu untuk mengangkat jempol dalam soal cita rasa. Kesepakatan mayoritas orang dalam satu titik cita rasa itulah yang dinamai perwujudan BENAR, di mana orang banyak akan mengangkat jempol. Jadi rasa Lezat itu pada hakekatnya pengakuan banyak orang atas sesuatu yang BENAR tetapi melalui indera lidah. Lezat = Benar, Tidak Lezat = Tidak Benar. Yang diperlukan ialah CARA2 yang piawai untuk menghasilkan rasa lezat, tetapi banyak orang kurang mampu.
EMPUK……empuk, nyaman, confortable adalah hasil tangkapan indera kulit. Kasur, sofa, jok mobil/motor semuanya kita buat empuk. Bagaimana jika kasur atau jok mobil/ motor anda terbuat dari kulit durian? Anda akan katakan itu tidak empuk. Jadi rasa empuk itu incaran kita bersama karena kulit kita umumnya akan nyaman pada sesuatu yang empuk. Masalahnya kini bukan rasa empuk itu, tetapi upaya (CARA) manusia dalam menghasilkan sesuatu yang empuk di mana akan banyak orang bersetuju pada rasa empuk semacam tersebut, inilah yang kita namai dengan perwujudan atas suatu kebenaran secara logika. Maka usaha seseorang untuk menghasilkan yang empuk berarti dia sedang berusaha bersepaham dengan orang lain. Buktinya, bila dia membuat Kasur yang diisi dengan kulit durian, maka orang lain tak mau beli kasurnya. Maka dia harus bersetuju dengan selera orang banyak agar BENAR secara logika, hanya saja kebenaran ‘Empuk’ ini melalui indera kulit.
MERDU……merdu, Puisi, kata orang, adalah ungkapan perasaan dan pemikiran yang dilestarikan dalam kata-kata yang indah artinya kata2 yang merdu (enak didengar kuping). Bukan bunyi merdu itu yang akan kita bahas di sini, tetapi upaya (CARA) manusia dalam menghasilkan sesuatu yang merdu sebenarnya dapat dipandang sebagai upayanya untuk menghasilkan sesuatu ‘kebenaran’. Kebenaran logis di sini adalah suatu ‘titik temu’ di mana indikasinya banyak orang akan mengangkat jempol tanda setuju, setuju dalam arti benar, hanya saja melalui indera kuping. Bunyi tutur kata, bunyi music akan dicap benar bilamana orang banyak angkat jempol. Sebaliknya bunyi knalpot motor bising oleh anak muda, akan dicap TIDAK BENAR oleh banyak orang karena tidak merdu, tidak menghasilkan indah bersama, tetapi ‘Seenak Dewe’. Pakai knalpot itu memang sudah benar sebagai suatu keharusan, tetapi CARA memakai knalpot yang kurang disetujui oleh orang banyak. Tanyailah diri anda hai mahasiswaku yang punya sepeda motor!
Jadi, apa itu hakekat BENAR? Benar di lidah berakhir pada rasa Lezat. Benar pada kuping berakhir pada bunyi merdu. Benar pada kulit berakhir pada rasa empuk/nyaman. Dan benar pada penciuman hidung berakhir pada bau Harum, wangi. Sedangkan Benar pada penglihatan mata, berakhir pada pandangan yang Indah, Cantik. Semua WILEM yang diakui oleh mayoritas tersebut kita namai dengan BENAR secara logika. Ingat, Benar di sini bukan Benar berdasarkan ajaran Kitab Suci, tetapi Benar atas dasar kesepakatan banyak orang pada zaman dan tradisi tertentu. Ia adalah salah satu dari apa2 yang dianggap BENAR oleh manusia dalam kehidupan. Contoh system Materilenial, banyak orang Minangkabau mengakuinya sebagai kebenaran…ya akhirnya kita ikut pula mengakuinya sebagai Kebenaran, kita ikut setuju dengan tradisi Minangkabau walaupun mereka mengakui bahwa adat mereka bersendi Kitabullah yang eksplisit menyebut tentang waris: liz zakari mitslu hazhzhil untsayayn (bagian warisan anak laki2 adalah 2x bagian warisan anak perempuan). Demikian pula ideologi Pancasila juga BENAR, tetapi kebenarannya dipaksakan oleh Negara. Bila anda mengingkari kebenaran Pancasila maka anda akan dihukum oleh negara. Artinya, CARA untuk mengungkapkan KEBENARAN pada ideologi tidak harus berdasarkan suara terbanyak. CARAnya berbeda dengan WILEM di atas.Dapat disimpulkan bahwa rangkuman WILEM dalam tulisan saya ini merupakan rangkuman pengalaman empiric yang disetujui oleh orang banyak. WILEM adalah ‘jendela particularistic inderawi’ bagi Empirical Truth. Banyak orang bersetuju padanya, mungkin sedikit yang menolak. Di mana orang banyak sependapat, satu suara, maka kita boleh berasumsi itu namanya telah mencapai KEBENARAN (inderawi). Demikian pula dalam berkata, berpikir, berdialog, berceramah, hidup bermasyarakat di rt, rw, lurah, desa, CARA untuk mengutarakan ide yang benar adalah cara yang banyak disetujui oleh warga setempat. Orang akan susah menerima KEBENARAN karena CARA menyampaikannya kurang apresiatif. Kita akan merasa terisolir dalam rt, dalam hidup berkeluarga, dalam kampus, dalam kantor bilamana CARA kita tidak didukung oleh banyak orang, di saat itu kita seyogyanya bertanya pada diri sendiri (introspkesi): Apa yang salah pada CARA saya menyingkapkan kebenaran?’
Mengapa banyak orang tidak setuju pada Kebenaran yang saya utarakan? Mengapa masakan saya tidak lezat oleh lidah orang lain (padahal bumbunya no.1), mengapa music saya tidak merdu oleh kuping orang lain (padahal alat musiknya ngetop), mengapa baju yang saya pakai tidak cantik dipandang oleh orang lain (padahal ia branded), mengapa bau badan saya tidak wangi dicium oleh hidung orang lain (padahal parfumenya dari Paris), mengapa ceramah saya di langgar/masjid kurang disenangi oleh orang lain (padahal yang saya sampaikan berdasarkan ayat dan Hadis), mengapa cara mengajar saya kurang disenangi oleh mahasiswa dalam kelas (padahal bahan kuliahnya bermutu), mengapa kepemimpinan saya kurang berkenan oleh banyak bawahan saya?????? (padahal kebijakan saya berdasarkan pada peraturan yang berlaku): Mengapa Gibran menjabat Wakil Presiden kurang disambut oleh orang banyak? Apa yang salah padanya? Putra Jokowi itu boleh jadi telah memenuhi syarat legalitas dan meraih mayoritas suara dalam Pilpres secara konstitusional, tetapi mengapa banyak orang Indonesia tidak mengacungkan jempolnya? Mengapa? Di sini kita pantas bertanya! Bukan menangnya yang jadi masalah, tetapi CARA menangnya untuk bisa duduk di kursi Wapres. It must be something wrong in your state of mind: The WAY you do is not fully recommended by majority. Jadi Vox Populae Vox Dei secara empiric, menurut kesimpulan saya, lebih merujuk kepada CARA (causa efficient) ketimbang daripada substansi (causa finalis).
Significance of Issue (Hikmah yang bisa diambil): Mungkin, ke depan, bukan kandungan Peraturan/norma yang mesti lebih diintensifkan, tetapi CARA hidup bersama yang serasi, indah, damai, aman, sejahtera, ini yang mesti kita prioritaskan. Dalam aliran filsafat ia dinamai dengan The Aesthetic of Existence. Bukan kekerasan yang diutamakan tetapi CARA2 yang mengarah pada keindahan. Bukan dictator dan otoriter yang harus kita dambakan, tetapi bunga dan merpati perdamaian sebagai CARA untuk mengutarakan keindahan bersama. Di segi kebenaran agama, bukan ayat suci yang kita benturkan dengan sesuatu yang dianggap thoghut, tetapi ayat suci itu seyogyanya dibawa kepada CARA2 indah yang merindukan keserasian hidup bersama meski berbeda keyakinan. Sebab ayat tidak akan berbunyi sendiri bila ia tidak dibunyikan oleh suara orang yang anti thoghut. Ayat itu ‘tidur’ dalam Kitabullah, tetapi CARA lidah orang yang mengucapkannya yang menjadikan ayat itu ‘bangun’ dan ‘menggelegar’: maka CARAnya boleh jadi kurang didukung oleh orang banyak. Harus diakui bahwa kebenaran ajaran al-Qur’an di negeri ini bisa mencuat INDAH ke permukaan dan mendapat persetujuan orang banyak setelah mengikuti CARA2 yang diatur oleh ideologi Pancasila. Thus, to say, the Holy Qur’an speaks by itself (das Ding an Sich) is undoubtedly nonsense.
Demikianlah diskusi singkat kita hari ini Bapak2/Ibuk2/Adik2 para pembaca setia tulisan saya tiap Jum’at. Tujuan tulisan saya, saya ulangi, hanya sebagai ajang silatur rahmi dan untuk meningkatkan intelektualitas, memperkokoh rasa persatuan kita, bukan ceramah agama secara normatif, dan tidak ‘ngotot’ membenarkan pendapat saya pribadi. Kebenaran yang diusungnya berpihak pada kebenaran (empiric) bersama. Penilaian terserah pada anda semua, silahkan dikoreksi. Terimakasih telah membaca. Mohon maaf bila ada kata2 yang salah. Wassalam, pamit. Amhar Rasyid, Jambi.