Tambang: Simbol dan Kenyataan di Tengah Penawaran Pertambangan

Oleh: Agus setiyono
(Sek. PW Muhammadiyah Jambi)

Dalam bahasa Jawa, kata “tambang” memiliki arti yang unik dan sarat makna, yaitu sejenis tali atau pengikat. Secara harfiah, tambang digunakan untuk mengikat atau menghubungkan sesuatu, menjaga agar tetap pada tempatnya dan tidak terlepas. Namun, makna ini dapat memiliki konotasi yang lebih luas dan mendalam, terutama jika kita mengaitkannya dengan fenomena sosial dan ekonomi yang sedang berlangsung.

Akhir-akhir ini, terdapat berbagai penawaran pertambangan yang dilayangkan kepada organisasi-organisasi kemasyarakatan, termasuk ormas-ormas keagamaan. Tawaran ini sering kali disertai dengan janji-janji kemakmuran dan pembangunan, yang seolah-olah dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat. Namun, di balik semua itu, ada kekhawatiran yang patut kita renungkan bersama.

Tambang, sebagai pengikat, bisa jadi simbol dari sesuatu yang lebih menekan daripada yang terlihat di permukaan. Ketika ormas-ormas keagamaan menerima tawaran-tawaran ini, apakah mereka juga tanpa sadar menerima tambang sebagai pengikat kebebasan mereka? Apakah pertambangan ini, yang sejatinya bertujuan untuk eksplorasi sumber daya alam, justru menjadi alat untuk membatasi ruang gerak dan kebebasan berekspresi, berinovasi, dan berpikir kritis dari organisasi-organisasi tersebut?

Kebebasan berekspresi dan berinovasi merupakan salah satu pilar penting dalam pengembangan masyarakat yang mandiri dan berdaulat. Ormas-ormas keagamaan, sebagai pilar moral dan spiritual masyarakat, memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan material dan nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk waspada terhadap segala bentuk penawaran yang mungkin memiliki konsekuensi jangka panjang yang tidak diinginkan.

Tambang, dalam pengertian tradisionalnya, mengingatkan kita bahwa sesuatu yang tampak sederhana dan menguntungkan di permukaan bisa jadi memiliki dampak pengikat yang kuat. Begitu pula dengan penawaran pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan. Tawaran-tawaran tersebut harus dipertimbangkan dengan hati-hati, memastikan bahwa kemakmuran yang dijanjikan tidak datang dengan mengorbankan kebebasan dan kemandirian yang hakiki.

Dengan demikian, mari kita tetap kritis dan waspada terhadap segala bentuk penawaran yang datang kepada kita. Semoga kebebasan berekspresi, berinovasi, dan berpendapat tetap terjaga, tanpa terjerat oleh tambang-tambang yang tak terlihat.
Wallahu a’lam bishawab

*Silakan Share