Dinamika Kontestasi 5 Tahunan: Kode Jari dan Warna Atribut sebagai Simbol Sensitivitas Sosial

Oleh: Agus setiyono
( Sek. PWM Jambi )

Kontestasi lima tahunan kita saat ini tidak hanya sekadar perhelatan politik, namun telah menjadi panggung bagi simbol-simbol yang menggerakkan sensitivitas dalam masyarakat. Jari tangan dan warna atribut menjadi unsur kunci yang tidak hanya mencerminkan dukungan terhadap kelompok tertentu, tetapi juga dapat menimbulkan ketegangan atau setidaknya jadi tanda tanya, di antara berbagai pihak.

Dalam setiap kontestasi, jari tangan dan warna atribut tidak hanya menjadi identitas visual, tetapi juga menciptakan dinamika sosial yang kompleks. Kelompok yang memiliki kode tertentu merasakan keuntungan dan dukungan ketika ada kelompok atau seseorang yang kebetulan menggunakan kode atau atribut sesuai dengan yang di gunakan oleh sesama anggota kelompok mereka. Namun, bagi lawan main yang memiliki kode dan warna atribut berbeda, hal ini dapat menjadi sumber ketidaknyamanan dan bahkan konflik.

Kehidupan sehari-hari menjadi terasa lebih rumit ketika simbol-simbol tersebut menciptakan ketidaknyamanan. Menggunakan kode dalam berpose foto atau memakai pakaian dengan warna yang kebetulan serupa dengan kontestan tertentu dapat membawa dampak tak terduga. Merasa terkekang dalam identitas visual yang secara tidak sengaja terkait dengan kontestan tertentu dapat memicu reaksi sosial yang tidak diinginkan.

Hal ini menggambarkan paradoks demokrasi di negeri yang sering dianggap merdeka. Meski demokrasi mengusung nilai kebebasan dan partisipasi, namun simbol-simbol kontestasi bisa menjadi kungkungan tak terlihat yang memengaruhi kehidupan sehari-hari. Seharusnya, merdeka tidak hanya terlihat pada hari pemilihan, tetapi juga dalam kebebasan untuk berekspresi tanpa takut terjerat dalam dinamika warna dan kode yang mendefinisikan identitas politik.

Dalam kerumitan memaknai demokrasi, masyarakat dihadapkan pada pertanyaan mendalam. Bagaimana kita bisa menjalani kehidupan yang merdeka jika simbol-simbol politik merajalela dalam aspek sekecil apapun? Apakah demokrasi sejati dapat memberikan ruang bagi perbedaan tanpa menilai nilai berdasarkan kode jari dan warna atribut?

Melalui refleksi ini, kita diingatkan untuk terus mengeksplorasi makna sejati dari demokrasi, di mana kebebasan dan toleransi tidak hanya menjadi tagline, tetapi juga menjadi kenyataan yang dirasakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari.

Wallahu a’lam bishawab

*Silakan Share