Politik Sengkuni: Memahami Kelicikan dan Bahayanya

Oleh : Anggi Manda Putra .S.Kom – Anggota LHKP PWM Jambi

Dalam budaya wayang kulit Indonesia, salah satu tokoh yang seringkali menjadi pusat perhatian adalah Sengkuni, seorang tokoh yang terkenal karena sifat-sifat jahatnya. Dalam Mahabharata, ia dikenal sebagai penghasut, pemecah belah, dan individu yang siap melakukan segala cara demi memenuhi ambisinya. Namun, apakah kita hanya dapat menemui Sengkuni dalam cerita pewayangan, atau apakah karakter seperti ini juga ada dalam dunia nyata, khususnya dalam politik Indonesia?

Kisah politik Sengkuni muncul saat ia membantu kakaknya, Dewi Gandari, untuk memastikan bahwa anaknya, Duryudana, menjadi raja Astina. Kepemimpinan Pandu Dewanata, saudara Pandawa, adalah tantangan utama bagi Sengkuni. Untuk mencapai tujuannya, ia terlibat dalam perang dan menciptakan perpecahan yang tragis. Kepintaran Sengkuni dalam memecah belah dan mengadu domba menjadi ciri khasnya.

Dalam konteks politik Indonesia, karakter seperti Sengkuni masih sangat relevan. Ada tokoh-tokoh yang menggunakan taktik serupa dalam persaingan politik, dengan tujuan merebut kekuasaan. Mereka mungkin membangun citra positif di depan publik, tetapi sebenarnya melakukan tindakan-tindakan yang kurang etis di balik layar. Ini mengingatkan kita pada sifat Durna yang menjalankan peran sebagai penasihat baik, tetapi pada saat yang sama, ia terlibat dalam intrik-intrik busuk.

Politikus Sengkuni tidak pernah mempertimbangkan kepentingan bangsa dan negara. Mereka hanya berfikir tentang bagaimana mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan, tanpa peduli pada etika politik atau moralitas. Mereka siap menggunakan berbagai cara, termasuk black campaign dan penyebaran hoaks, untuk memecah belah opini masyarakat demi kepentingan pribadi dan partainya.

Dalam konteks sekarang, kita melihat politik adu domba yang semakin merajalela melalui penyebaran berita bohong dan polarisasi opini. Sengkuni mengajarkan kita bahwa manusia memiliki dua sisi, baik dan jahat, dan sisi mana yang mendominasi tergantung pada situasi. Oleh karena itu, kita perlu berperang untuk menghindari politik adu domba yang berpotensi merusak persatuan bangsa.

Kita harus belajar dari kisah Sengkuni bahwa karakter seperti ini dapat merusak stabilitas politik dan sosial. Penting untuk mengenali tanda-tanda politikus Sengkuni, yang lebih peduli dengan kekuasaan daripada kebaikan bersama. Kita sebagai masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk memilih pemimpin yang jujur, etis, dan berkomitmen pada kesejahteraan bangsa.

Dalam upaya melawan politik adu domba, pendidikan dan pemahaman yang lebih baik tentang berita dan informasi sangat penting. Masyarakat harus kritis dalam menganalisis berita dan menghindari penyebaran hoaks. Kita harus mengingat bahwa persatuan dan kesatuan adalah aset berharga yang harus dijaga, dan politikus Sengkuni hanya akan mengancam nilai-nilai ini.

Dalam perang baratayudha melawan politik adu domba, kita harus bersama-sama memastikan bahwa kebenaran dan keadilan menjadi pilar utama dalam pemilihan pemimpin dan pembuatan keputusan politik. Kita harus menjauhkan diri dari praktik politik Sengkuni dan mengutamakan kepentingan bersama demi masa depan yang lebih baik.

*Silakan Share