Ilusi Pertumbuhan Ekonomi Jambi

Foto: Dr. Noviardi Ferzi

EcoReview – Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi sebenarnya minus. Lho kok bisa, ? bukankah pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi di tri wulan II tahun 2022 tumbuh sebesar 5,41 persen, angka ini bahkan tertinggi nomor se Sumatera. Apakah ada kesalahan data ?

Tentu saja data itu benar, namun sayangnya pertumbuhan itu menjadi minus karena termakan angka inflasi yang tinggi. Berdasarkan data BPS yang dicuplikasi di Kota Jambi dan Kota Bungo pada bulan Juli 2022 Provinsi Jambi mengalami Inflasi 8.55 tertinggi di Indonesia.

Lalu bagaimana bisa minus, ? Perhitungannya sederhana, ketika pertumbuhan ekonomi 5,41 % ini dikurangi angka inflasi sebesar 8,55 %, maka sesungguhnya Provinsi Jambi mengalami pertumbuhan yang minus 3,14 %. Hal ini logis, baik secara teori maupun praktek, karena terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kemiskinan.

Masalah inflasi sektoral ini membuat heboh, kareba disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi (18/8) yang sempat mengingatkan Provinsi Jambi untuk berhati- hati akan inflasi ini.

Peringatan Presiden dapat dimaklumi, karena Inflasi tinggi memicu kemiskinan
Bila inflasi tinggi, sementara pendapatan masyarakat tetap, kemampuan atau daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi turun.

Untuk itu, penting menjaga inflasi yang rendah dan stabil agar tercapai tujuan bersama, yakni masyarakat yang sejahtera
Lalu bagaiamana dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi yang tertinggi di Sumatera itu ? Apa menolong dalam situasi inflasi tersebut.

Menurut Kuznets (1955), Pertumbuhan ekonomi bisa khususnya pada tahap – tahap awal bisa menimbulkan tingkat ketimpangan pendapatan dan kemiskinan yang tinggi pula.
Sehingga konsep pertumbuhan ekonomi sebenarnya perlu dikuti dengan perencanaan pembangunan yang berkualitas dan tepat sasaran melalui bauran kebijakan, program maupun subsidi.

Jika, pertumbuhan ekonomi terjadi, namun inflasi harga pangan tinggi, artinya, pemerintah tak mampu menahan laju kenaikan harga dengan berbagai instrumen yang dimilikinya. Padahal, selain punya anggaran dan aparatur, pemerintah daerah memiliki sistem baik OPD maupun mitra swasta yang bisa menahan laju inflasi baik di sektor hulu seperti produksi, distribusi hingga tata niaga dihilirnya.

Lalu, Badan Pusat Statistik (2013) juga mencatat tingginya laju inflasi bisa menaikkan ukuran garis kemiskinan. Pasalnya, harga barang dan jasa menjadi salah satu penentu tolok ukur garis kemiskinan.

Kenaikan inflasi pasti akan menaikkan garis kemiskinan. Ketika laju inflasi bergulir, dan diikuti nilai mata uang riil berfluktuasi sangat besar maka inflasi yang meningkat pada gilirannya akan diikuti oleh peningkatan batas garis kemiskinan.

Peningkatan laju inflasi akan mendorong terjadinya peningkatan jumlah penduduk miskin bila tidak diikuti oleh peningkatan daya beli atau peningkatan pendapatan masyarakat terutama kelompok masyarakat yang berpendapatan.
Lalu, apakah ini benar ? Mari kita lihat tentang data kemiskinan di Provinsi Jambi, yang Maret 2021 misalnya, jumlah penduduk miskin di provinsi tersebut mencapai 293,86 ribu jiwa atau 8,09% dari total penduduk. Angka ini hampir sama dengan laju inflasi 8,55 yang diumumkan presiden.

Lalu, Kota Jambi daerah yang dijadikan cuplikasi pernyataan presiden tersebut. Selama masa pandemi Covid-19, data BPS menunjukkan angka kemiskinan di kota Jambi meningkat menjadi 8.27 persen. Dari total tersebut, setengahnya masuk dalam kategori kemiskinan yang ekstrim.
Penguasa Kota mungkin berdalih, kemiskinan meningkat karena pandemi ?

Nanti dulu, jika merujuk data tahun – tahun sebelumnya, masalah kemiskinan di Kota Jambi sudah mengkhawatirkan.
Merujuk data BPS dari tahun ke tahun kemiskinan di Kota Jambi tidak beranjak. Mulai tahun 2013 awal Walikota Sy Fasha memimpin kemiskinan Kota Jambi tercatat sebesar 9, 96 %, 8,94 % (2014), lalu meningkat 9,67 % (2015), 8,87 % (2016) dan 8,84 % (2017).

Data BPS ini memperlihatkan jumlah orang miskin di Kota Jambi tidak berubah, selalu berada dikisaran 8 – 9 %. Kondisi ini menunjukkan kita terjebak pada lingkaran kemiskinan.

Padahal dalam kurun waktu itu pertumbuhan ekonomi dan besaran APBD Kota Jambi terus meningkat, namun belum mampu membuat angka kemiskinan turun. Apa penyebabnya, salah satunya inflasi yang memakan pertumbuhan ekonomi.(*)

  • Oleh : Dr. Noviardi Ferzi
  • Pengamat.
*Silakan Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *