TRAGEDI KANJURUHAN

Oleh : IMMawan Muhammad Arif Safwan – Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Jambi

Sepak bola olahraga paling populer dan merakyat, siapapun berpeluang menjadi pemain andalan di berbagai club sepak bola. Baik tingkat lokal,nasional hingga tidak menutup kemungkinan tingkat Internasional.

Si bundar menjadi indah di atas rumput hijau, digiring dan di perebutkan oleh dua club yang berhadapan.  Pekik terikan suporter memberi semangat para jagoanya yang berlaga di atas lapang sepak bola, tendanga dan sundulan dengan variasi gaya para pemain dengan skill yang menarik dan menggoda para suporter.

Memang jikalau di lihat kasat visual mata, kenapa mesti berebut satu bola? beri saja masing-masing satu bola setiap satu orang pemain, begitu kata seseorang yang iseng sambil berkelakar tertawa. Gemuruh suara suporter dalam stadion menggema, alunan suara bersahutan dinyanyikan masing-masing kelompok suporter untuk menyemangati clubnya. Berbagai atribut club di pakai, baik itu topi, syal, dan akseoris lainnya sebagai penghias.

Klub-klub sepak bola nasional memiliki suporter militan yang melekat dalam komunitasnya. Di Bandung terkenal dengan Viking, di Jakarta terkenal dengan Jakmania, di Surabaya pun terkenal dengan suporter Bonek dan Arek-arek Suroboyo, tidak ketinggalan di Kota Malang dengan suporter Aremania. Dan banyak suporter lainnya yang mewakili club kesayangan masing-masing daerah, namun yang lain tidak seheroik klub-klub yang memiliki suporter militan dan fanatik seperti yang di sebutkan di atas.

Dunia sepak bola nasional berduka, di Stadion Kanjuruhan menjadi saksi keberutalan pihak-pihak yang terlibat, moment tersebut harus mendidik suporter lebih humanis, hindari kekerasan yang mematikan.suporter bubar dan menjauhi area keributan, namun naas sekali justru menimbulkan banyak jiwa melayang baik dari pihak kepolisian maupun suporter sepak bola.

Ini tragedi pemecah record selama sejak awal kompetisi sepak bola di Indonesia, menelan korban jiwa hingga tewas berjumlah ratusan orang.  Artinya ada hal yang salah dalam setting keamanan kompetisi tersebut, sudah pasti di awali oleh sikap para pihak yang tidak dewasa, tidak jujur dan tidak adil.

Catatan bagi kita, bahwa mereka manusia bukan hewan. Karakter para suporter dan pemain harus diajarkan dan di didik akan sebuah kejujuran dan sportifitas dalam bermain olahraga. Kita bisa melihat dengan kasat mata, para suporter sepak bola lebih banyak di dominasi generasi milenial yang notabene generasi masa depan bangsa. 127 orang lebih menjadi korban kerusuhan yang di pantik oleh sikap tidak dewasa dan adil para pihak. Seharusnya momentum kompetisi sepak bola menjadi ajang menguji diri dari nafsu amarah, yang menanamkan sikap jujur dan adil.

Gas air mata memang normal dan legal untuk mengendalikan massa, tapi tetap harus terukur, apalagi menghadapi massa yang rata-rata berusia sangat muda yang mudah terpancing emosinya. gas air mata tidak boleh dilepaskan disepakbola karena bisa berakibat fatal untuk massa, Polisi seharusnya mengerti terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh FIFA tentang dilarangnya penggunaan gas air mata.

SAVE KANJURUHAN

SAVE AREMANIA

*Silakan Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *