Oleh: Amhar Rasyid
Jambi, Jum’at 17 Mei 2025
Assalamu’alaikum wr,wb Yth, Bapak2/Ibuk2/Adik2 dan para mahasiswaku di mana saja berada.
Ribut2 tentang keaslian ijazah Jokowi di negara kita telah memunculkan fenomena polemic berkepanjangan: di antaranya polemic antara sains dan hukum/politik. Roy Suryo dan Risman Sianipar (keduanya berstatus terlapor dan alumni UGM) bersikukuh pada bukti2 saintifik dan melihat adanya kejanggalan pada ijazah dan skripsi S1 Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM. Tetapi pihak Pembela Hukum Jokowi bersikukuh, bukan pada bukti2 saintifik, tetapi pada aspek hukum dan mungkin akan berujung pada ranah politik. Saya di sini tidak akan membahas POLEMIK dan PEMIKIRAN para ahli tentang ijazah Jokowi lagi sebagaimana pada Jum’at lampau. Demi untuk memperluas cakrawala mahasiswa dan menambah pengetahuan, saya akan menceritakan ulang sejarah kisah perseteruan antara sains dengan kekuasaan Gereja, dan sedikit merambah pula pada bidang politik dan cerita2 lucu sejauh terkait dengan sejarah perkembangan sains. Sains itu, menurut saya, ibarat Kuda Hitam yang Menerjang Pagar: Sebagian orang marah karena pagarnya roboh bukan karena kudanya kuat. Untuk referensinya penulis ambil dari kamus, buku2, Google dan artikel. Buku Bertrand Russell menjadi acuan utama saya, bila ada cerita Russell yang kurang enak nanti di dengar oleh saudara2 non-Muslim, saya minta maaf. Selamat membaca!
Kita mulai dengan membicarakan defenisi2. Sains adalah hasil usaha manusia dalam menemukan fakta2 tertentu tentang dunia, kemudian menghubungkan fakta2 tersebut satu sama lain guna memprediksi apa2 yang akan terjadi selanjutnya. Sains juga dikatakan sebagai usaha sistematis manusia dengan menggunakan metode ilmiah dalam pengembangan serta penataan ilmu pengetahuan yang dibuktikan dengan penjelasan dan prediksi yang teruji Sementara hukum, dari sekian banyak defenisi, adalah aturan dan larangan (batasan2) yang dibuat oleh penguasa sehingga menyediakan ancaman (sanksi) bagi orang yang melanggarnya. Dan politik adalah penggunaan kekuasaan atau kewenangan oleh pihak penguasa. Menurut Heywood, politik adalah arena pertarungan kepentingan yang penuh dengan muslihat. Sains, Hukum dan Politik adalah 3 ranah yang berbeda, tetapi biasanya ‘juri’ atas pertarungan ke 3 ranah tersebut terletak di tangan Penguasa politik.
Banyak buku sejarah menceritakan bahwa dulu di Abad Pertengahan, kekuasaan Gereja sangat kuat di Eropa. Karena ia berkuasa banyak temuan di bidang sains yang nampak kontradiksi dengan ajaran Injil (Bible) dilarang diterbitkan dan penemunya dihukum/disiksa oleh penguasa Gereja. Bagaimana dulu kekuasaan politik Gereja menentang kemajuan sains di Eropa? Bertrand Russell (filosuf modern asal Inggeris 1872-1970) dalam bukunya History of Western Philosophy (London: George Allen & Unwin, 1947) menyebutkan banyak penindasan oleh pihak Gereja sebagai penguasa politik kepada para ilmuwan di Abad Pertengahan. Kekuasaan Gereja secara politik dan budaya mulai merosot pada abad ke 15 katanya (p. 509). Kata Russell, sosok Roger Bacon (1214-1294) dikagumi dalam dunia sains karena dia mengutamakan percobaan (eksperimen) dari pada hanya argument. Bacon dikatakan juga sebagai salah seorang penganut ajaran Ibnu Rusyd (Averroism) dalam hal keyakinan bahwa intelek aktif adalah substansi yang terpisah dari jiwa dalam essensinya (p. 488). Dalam mengutip Aristoteles, Bertrand Russell mengatakan bahwa politik dikatakan baik bila ia banyak mengakomodir kepentingan rakyat, tetapi dikatakan jelek bila ia mengakomodir kepentingannya sendiri (p. 211). Dalam bidang sains, polemic antara individu dan masyarakat hanya sebentar, katanya, sebab orang2 sains mengakui standar intelektual yang sama, sehingga akhirnya perdebatan dan penyelidikan akan berakhir dengan kesepahaman (p. 623). Tetapi sains, selama ia terjaga murni, tidak selalu menggembirakan, lanjut Russell, sebab manusia memerlukan juga akan seni dan agama. Sains boleh jadi akan membatasi pengetahuan, tetapi tidak bisa membatasi imjinasi (p.34).
Bilamana sekarang terjadi polemic antar sains dan hukum/politik di Indonesia terkait keabsahan ijazah Jokowi, sebenarnya yang menimbulkan polemik bukan Kuda dengan Pagar tetapi ‘ulah’ si Penunggang Kuda dan si ‘Penjaga Pagar’. Dalam polemic tentang keaslian ijazah Jokowi, Roy Suryo (pakar telematika) pernah menyebut nama Galileo Galilei dan Copernicus: dua nama besar dalam sejarah terkait kontroversi antara sains dengan politik di zaman Eropa masih dikuasai oleh Penguasa agama Kristen.
Mari kita bahas lebih dalam. Pertama, Galileo Galieo. Saya ingin memulai diskusi ini dengan bertanya kepada adik2 mahasiswa: ‘Apakah sekarang anda sudah mengetahui bahwa pendapat yang BENAR adalah bumi yang mengelilingi matahari? ‘Bila sudah, maka ketahuilah untuk menyatakan kebenaran semacam itu dulu Galileo Galilei (1564-1642), yang menerbitkan bukunya di Italy (tahun 1632) membenarkan teori pendahulunya Copernicus (w. 1543). Pada akhir abad ke 16 M itu, Galileo secara saintifik menunjukkan bahwa bumilah yang mengitari matahari (Geosentris), sementara Penguasa Gereja yang berkuasa di masa itu bersikeras mengatakan bahwa Mataharilah yang mengelilingi bumi (Heliosentris): ajaran Gereja yang menganut model Heliosentris cosmos Aristoteles dan Ptolemeus. Akibatnya Galileo dihukum oleh penguasa Gereja. Kenapa dihukum? Sebab ajarannya dianggap salah dan kekuasaan politik oleh Gereja menang.
Akibat dihukum, Galileo mengalami derita fisik, hingga matanya jadi buta karena penyiksaan oleh penguasa Gereja di Eropa. Ya itu dulu, sekarang Penguasa Gereja sudah menyetujui dan temuan ilmiah Galileo sudah diakui, tetapi sayang sekali ‘Nasi sudah Jadi Bubur’. Bila dulu Gereja tak kejam atas temuan sains, dan Imam al-Ghazali tak berseteru dengan para filosuf Muslim, apakah kini kita sudah pindah ke Bulan? Kekuasaan Gereja dulu memang sangat kuat hampir menguasai seluruh wilayah Eropa, tetapi sekarang menciut hanya mempunyai wilayah kecil bernama negara Vatikan (Negara kecil di tengah kota Roma) dengan Kepala Negaranya bernama Paus.
Sekarang kita beralih kepada masalah kedua: Darwinisme dan teori evolusi. Darwinisme (abad ke 19) adalah ajaran oleh Charles Darwin dalam bukunya The Origin of Species (1925). Bersama dengan temannya bernama A. R Wallace menemukan bukti2 ilmiah tentang perkembangan makhluk biologis bahwa semua spesies makhluk hidup turun dari nenek moyang yang sama (common ancestor), sama2 hewan, kemudian species itu berevolusi dengan seleksi alam, dan selanjutnya mengalami modifikasi. Mafhum muwafaqahnya, manusia (Homo Sapiens) juga berasal dari keturunan hewan. Karena pernyataan ilmiah Darwin yang kontroversial semacam itu, umat beragama termasuk kaum Muslimin memprotesnya, sebab dalam Kitab Suci al-Qur’an dan Bible dikatakan bahwa manusia berasal dari Nabi Adam a.s.dan Siti Hawa (Eve). Itulah sekelumit latar belakang pertentangan antara sains dan agama. Karena agama Kristen berkuasa di Eropa di zaman lampau, maka polemic keduanya bernuansa politik. Bedanya dengan di Indonesia, di Eropa dulu hasil temuan sains yang berkonflik dengan ajaran agama Kristen, tetapi dalam polemik ijazah Jokowi kini, bukan sains yang berkonflik tetapi sains dipakai sebagai alat bantu oleh Roy Suryo dkk untuk berpolemik. Bila dulu Paus melegalkan pendapatnya atas nama Gereja, sekarang Jokowi melegalkan ijazah S1nya atas nama UGM.
Bila defenisi Darwinisme sebagaimana diterangkan di atas, maka apa pula yang dikatakan dengan teori evolusi? Teori Evolusi, sejauh terkait dengan Darwinisme, mengajarkan bahwa spesies apa saja, termasuk species manusia, berasal dari species yang lebih sederhana. Teori ini diyakini umat beragama bertentangan dengan ajaran kitab suci. Dikhawatirkan juga, kata para pakar, teori evolusi akan mengarah kepada pemikiran yang kurang bertanggung jawab khususnya dalam hal terkait moralitas dan agama. Bahkan juga dikhawatirkan bahwa teori evolusi akan berakibat penurunan rasa hormat pada agama dan memalukan nilai2 tradisional. Tetapi sekarang teori evolusi telah semakin maju dan didukung oleh berbagai bukti ilmiah dan menjadi bagian penting ilmu biologi. Bahkan di akhir abad ke 19, prinsip2 teori evolusi semakin dirasakan pula pada astronomi dan pada filsafat terutama ajaran filsafat Nietszche. Menurut Nietszche, perkembangan perobahan (evolusi) pada hakekatnya merupakan penemuan kembali dan pernyataan ulang ide2 yang sebelumnya merupakan watak dari pemikiran masa silam. Bagaimana menurut anda pendapat Nietzsche ini? Apakah anda juga percaya bahwa bukti2 ilmiah Roy Suryo dan Sianipar juga berevolusi? Bagaimana pula dengan argumentasi pihak pembela Jokowi? Menurut saya, keduanya memang berevolusi dari waktu ke waktu, lihat saja di media massa yang semakin hari semakin riuh semakin menyuguhkan banyak bukti, walaupun teori evolusi Darwinisme tidak bisa saya terima dalam aqidah.
Maka kita harus bisa membedakan antara Darwinisme dan teori evolusi. Darwinisme juga pernah menjadi polemik di negara maju Amerika Serikat . Di Negara BagianTennessee sekitar tahun 1920an terkenal apa yang dinamai dengan kasus ‘Monkey Trial’ (Pengadilan Monyet) yang melibatkan seorang guru bernama John Scopes (bukan Scopus). Guru ini didakwa telah melanggar Undang2 yang terkenal dengan nama Undang2 Butler tahun 1925 karena Scopes mengajarkan teori evolusi Darwin, sehingga terjadilah polemic antara aliran Kreasionisme (Penciptaan) dan Evolusionisme (Perkembangan) yang mengajarkan bahwa manusia berevolusi dari primata (satu nenek moyang). Di beberapa negara Muslim, terutama di Pakistan, teori evolusi Darwin juga dilarang keras diajarkan.
Diantara sekian banyak ajaran dalam Kristen, ajaran Katholik meyakini bahwa jiwa manusia merupakan substansi spiritual, bukan akibat transformasi materi sebagaimana kata Darwin. Darwinisme lalu dibantah, ditolak, dinyatakan salah oleh Penguasa Gereja termasuk beberapa tokoh Muslim sendiri. Di zaman sekarang terutama di Barat, Darwinisme sudah semakin diakui, sudah digabungkan dengan genetika populasi untuk menjelaskan lebih rinci tentang mekanisme evolusi. Singkat kata, kebenaran sains membuktikan dirinya ‘benar’ bersaing dengan pembuktian kebenaran iman. ‘Kuda Hitam sudah Menerjang Pagar’. Boleh jadi orang akan tetap marah bukan pada kuda, tetapi pada si penunggang kuda. Artinya boleh jadi pemuka agama akan tetap marah bukan pada ajaran Darwinisme tetapi pada Charles Darwin itu sendiri.
Coba anda pikir dalam2. Salah satu kesimpulan ajaran Darwinisme adalah perkembangan perobahan (evolusi) terjadi melalui seleksi alam, di mana makhluk hidup dengan ciri2 lebih unggul akan lebih menguasai dan akan mewariskan ciri2 tersebut kepada keturunannya. Artinya makhluk hidup yang lebih pintar untuk bertahan hidup dan bereproduksi akan lebih memungkinkan untuk mewariskan ciri2 tersebut kepada keturunannya. Sekarang kita tarik logika pernyataan semacam itu kepada orang keturunan China. Bukankah orang keturunan China pintar2 berdagang, mengajari anak2 mereka bakat berdagang, dan buktinya sekarang mereka lebih menguasai ekonomi di Indonesia bahkan di dunia. Peluang ekonomi ini mereka kuasai dan bakat mereka diwariskan kepada anak cucunya. Di sini nampaknya logika pernyataan Darwinisme benar, yang sulit diterima adalah bila ia dihadapkan dengan aqidah. Bila anda masih mengatakan Jokowi berdarah China, apakah ajaran Darwinisme bisa menjelaskan prilakunya hingga pengangkatan Gibran? Sebab….. ‘makhluk hidup yang lebih pintar untuk bertahan hidup dan bereproduksi akan lebih memungkinkan untuk mewariskan ciri2 tersebut kepada keturunannya’.
Ada hal lucu yang membuat tertawa saya. Ada beberapa catatan sejarah pertentangan antara sains dan agama, ini diceritakan ulang oleh Bertrand Russell. Anda ingin tahu? Saya ulangi, yang beragama Kristen jangan tersinggung ya, sebab pembaca tulisan saya ini beragam dari Aceh hingga Lombok. Dalam buku Russell yang berjudul Religion and Science (London: Oxford University Press, 1960)…..dia mengatakan bahwa: 1. Kepercayaan umat Kristen selama Abad Pertengahan terhadap benda2 keramat sangat menonjol. Benda keramat dikatakan Russell memberikan sumbangan ekonomi bagi gereja. Contoh, kepercayaan atas keramatnya tulang2 Santa Rosalia, yang kala itu disimpan di Gereja di Palermo (Italy) diyakini ampuh mengobati berbagai penyakit, dan banyak pasien Kristen yang datang berobat menggunakan tulang tersebut, banyak yang sembuh, tetapi setelah tulang2 tersebut diuji oleh seorang ahli anatomy ternyata ia hanyalah tulang2 kambing (p. 83) 2. Santa Fransiscus telah lama berkelana di India, China dan Jepang. Dia telah menulis banyak karangan tentang riwayat perjalanannyannya dan tak pernah menceritakan mukjizat dirinya. Tetapi setelah dia meninggal, cerita tentang keajaibannya mulai bermunculan kata Russell. Pernah diceritakan bahwa pada suatu kali Kalung salibnya terjatuh ke laut, tiba2 seekor kepiting muncul ke permukaan air membawakannya. Pada tahun 1622, Ketika Fransiscus di Canonized (dinyatakan secara resmi sebagai Orang Suci), keajaiban2 semacam itu perlu disebutkan di depan penguasa Vatikan, sebagai salah satu syarat untuk menjadi orang suci (p.85). Bahkan Fransiscus Xaverius dikabarkan berhasil menyalakan lampu bukan dengan minyak tetapi dengan air suci (85). Ia juga dikatakan telah berhasil menghidupkan kembali 14 orang mayat kata Russell dalam bukunya (p. 86). Itu sekelumit cerita2 yang mungkin lucu bagi sebagian orang dan sains menampiknya. Di sini sains berhadapan dengan keyakinan umat beragama Kristen. Bila dilihat dari filsafat Hegel, malah proses dialektis semacam itu perlu karena ada tesis dan anti-tesis.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa sains itu mirip dengan anak laki2 nakal (kurang ajar) tetapi ia berani. Sains tatkala berhadapan dengan politik ia biasanya dibungkam. Sains tatkala berhadapan dengan agama biasanya ia menggelikan. Sejarah Dunia Kristen Abad pertengahan membuktikan bahwa perkembangan sains selalu dapat tantangan oleh pihak Gereja tetapi akhirnya sains sukses juga membawa perkembangan ilmu pengetahuan. Di zaman kita, kebenaran sains oleh Roy Suryo dan kawan2 sangat gigih dengan pembuktian kebenarannya bahwa bukti2 ilmiah pada ijazah Jokowi menunjukkan kepalsuan (Fake). Walaupun bukti2 ilmiah itu ‘cerdas’ tetapi tetap saja ia terpaksa berhadapan dengan politik. Dan politik akan dianggap benar, mengulangi kalimat Russell di atas, bila ia mengakomodir kepentingan orang banyak, dan akan dinilai jahat bila ia lebih mengakomodir kepentingan yang berkuasa. Tetapi sains itu ibarat kuda hitam yang berani jika perlu ia menerjang pagar, bila menerjang pagar maka kaki ‘jokowi’ eh maaf…kaki ‘joki’ bisa ‘dipatahkan’.
Significance of Issue (Hikmah):
- Kebenaran, termasuk kebenaran sains, dimanapun ditemui adalah milik orang Islam yang ‘tercecer’. Apakah kebenaran saintifik oleh Roy Suryo dkk juga akan termasuk milik orang Islam saja? Nampaknya banyak juga teman2 non-Muslim yang percaya kepada bukti2 ilmiah. Bukti2 ilmiah Roy Suryo dan Risman Sianipar biarlah mereka pertahankan berdua, sementara temuan ilmiah Copernicus dan Galileo adalah barang ‘tercecer’ yang patut kita bagi bersama? Seandainya Hegel bertanya pada umat Islam, Heliosentris oleh Gereja (Tesis), Geosentris oleh Copernicus dan Galileo (Anti-tesis), astronomy modern (sintesis): lah ….barang ‘tercecer’ itu yang mana?
Demikianlah pembaca budiman. Terimakasih atas pembacaannya. Mohon maaf bila ada kesalahan. Pamit, Wassalam, Amhar Rasyid, Jambi.