Peringatan Hari Guru Nasional , Muhammad Sukardi: Jadikan Peringatan Ini Untuk Melihat Nasib Guru Honorer yang Jauh Dari Kesejahteraan

Oleh : Muhammad Sukardi, S.Pd.

Sejarah Hari Guru Nasional tidak bisa kita lepaskan dari organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia. Mulanya organisasi ini bernama Persatuan Guru Hindia Belanda pada masa kolonial. Kemudian PGHB berubah menjadi PGI atau Persatuan Guru Indonesia pada tahun 1932 ditandai dengan bergabungnya organisasi – organisasi guru dari berbagai daerah. Sayangnya pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia PGI dilarang keberadaannya dan organisasi tersebut dibubar secara paksa oleh Jepang.

Kemudian setelah Indonesia meraih kemerdekaan, PGI kembali menghidupkan kembali dan melaksanakan Kongres di Solo dan melahirkan nama baru yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia serta menandai lahirnya organisasi baru ini pada tanggal 25 November 1945.

Kelahiran PGRI tentu membawa misi yang konkrit dalam dunia pendidikan di Indonesia sekaligus untuk mengisi ruang-ruang kemerdekaan Indonesia. Dikutip dari CNN Indonesia, PGRI menyepakati 3 hal, yakni Pertama, mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia. Kedua, mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dasar-dasar kerakyatan. Ketiga, membela hak dan nasib buruh umumnya dan guru pada khususnya.

Jika dilihat dari kesepakatan tersebut, tentu sangat baik sekali cita-cita PGRI, bukan hanya dalam bidang pendidikan melainkan untuk membela nasib buruh dan guru. Tetapi, jika kita melihat hingga sejauh ini nasib guru terkhusus tenaga honorer masih jauh dari kata kesejahteraan, belum lagi guru yang bertugas di seluruh pelosok negeri yang masih jauh dari kecukupan.

Ditambah lagi peraturan-peraturan terbaru seperti PPG dan PPPK. Bahkan yang lebih miris tidak semua orang dari lulusan Sarjana Pendidikan bisa dengan mudah untuk mengikuti program-program tersebut. PPG diperuntukkan untuk membentuk lulusan guru yang profesional dengan diberikannya sertifikat keahlian dalam bidang tenaga pengajar. Menurut penulis sendiri, keahlian tidak bisa dilihat hanya sekedar dari sertifikat keahlian, mengapa demikian sertifikat yang diberikan hanya sebagai tanda bahwa orang pernah mengikuti program tersebut dan tidak menjamin pada keahliannya. Belum lagi PPPK yang hingga hari ini masih menjadi carut marut dalam penerimaan seleksi yang semula dijanjikan akan menjadi solusi bagi guru honorer, namun kuota yang diberikan hanya sedikit dan tidak mampu menampung banyaknya guru honorer. Ditambah lagi desas desus bahwa setelah seleksi PPPK ini honorer akan di tiadakan membuat banyaknya lulusan sarjana pendidikan kehilangan harapan dengan status latar belakangnya sebagai guru.

Permasalahan-permasalahan ini masih sangat banyak sekali dalam dunia pendidikan. Dengan peringatan Hari Guru dan dengan melihat bagaimana akar historisnya semoga negara terkhusus pemerintah betul-betul dapat mensejahterakan guru-guru di Indonesia baik PNS maupun non PNS, karena mengingat guru merupakan orang yang mampu banyak melahirkan orang hebat. Tanpa guru tidak akan ada Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Kapolri, TNI, hingga Kades sekalipun. Selamat Hari Guru Nasional.

*Silakan Share