Oleh : Agus setiyono ( Sekjen PWM Jambi )
Dalam hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, seringkali kita tenggelam dalam kesibukan tanpa menyadari berbagai nikmat yang telah kita terima. Nikmat bukan hanya tentang makanan lezat di meja makan atau kenyamanan materi, tetapi juga mencakup hal-hal yang lebih abstrak seperti jabatan yang kita emban. Namun, sayangnya, terkadang kita kehilangan kepekaan terhadap nikmat-nikmat ini.
Jabatan, apakah itu dalam lingkup pekerjaan atau organisasi, memberikan kekuasaan dan pengaruh tertentu. Namun, tanpa disadari, beberapa orang menggunakan jabatan ini melebihi batas yang semestinya. Fenomena ini dikenal dengan istilah “abuse of power” atau penyalahgunaan kekuasaan. Seringkali, orang yang memiliki jabatan tinggi dapat terjerumus dalam praktek-praktek yang merugikan orang lain atau bahkan sistem secara keseluruhan. Dengan kurangnya rasa tanggung jawab dan kepekaan terhadap dampak yang ditimbulkan, mereka mungkin melupakan esensi sebenarnya dari jabatan tersebut, yakni untuk melayani dan berkontribusi secara positif.
Dalam konteks seperti ini, penting bagi kita untuk mengembalikan kepekaan terhadap nikmat yang kita nikmati. Nikmat dapat berupa berkah yang memungkinkan kita mendapatkan jabatan tersebut, serta tanggung jawab yang melekat pada posisi itu. Mengingat bahwa setiap jabatan membawa peran dan tugas yang penting, perlu adanya kesadaran bahwa jabatan yang kita pegang adalah amanah yang harus dijalankan dengan integritas dan tanggung jawab.
Tidak hanya itu, kita juga perlu mengenali perbedaan antara nikmat, berkah, dan istijraj. Nikmat adalah karunia Allah yang diberikan kepada kita sebagai bentuk kebaikan dan kasih sayang-Nya. Berkah adalah kebaikan yang datang sebagai hasil dari usaha dan kerja keras kita, serta rahmat Allah. Namun, istijraj merujuk pada pemberian Allah yang sebenarnya bertujuan untuk menyesatkan seseorang yang melalaikan kewajiban-kewajiban agamanya.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu merenungkan dan bersyukur atas semua nikmat yang kita terima, termasuk jabatan. Jika kita memiliki jabatan atau kekuasaan, kita harus menggunakannya dengan bijak dan bertanggung jawab, serta selalu mengingat tujuan sebenarnya dari jabatan tersebut. Dengan begitu, kita dapat menghindari jebakan istijraj dan menjalani hidup dengan penuh kesadaran akan nikmat dan tanggung jawab kita sebagai manusia.
Wallahu a’lam bishawab,..