Ketika Kebenaran Berkendara Kehampaan: Menggali Sifat Manusia yang Selalu Benar

Oleh ; Den Agues

Kebenaran adalah konsep yang sangat kompleks dan kadang-kadang relatif. Sifat manusia untuk selalu merasa benar dan melihat orang lain sebagai yang salah adalah refleksi dari sejumlah dinamika psikologis dan sosial yang mempengaruhi interaksi sehari-hari. Keadaan ini semakin rumit ketika dipadukan dengan perbedaan dalam jabatan, gelar, dan keadaan finansial, yang dapat menguatkan persepsi superioritas dan menambah dimensi dalam dinamika ini.

Kebiasaan manusia untuk memandang diri mereka sendiri sebagai yang benar dapat dihubungkan dengan aspek psikologis seperti pertahanan diri dan rasa keamanan. Merasa benar adalah cara untuk membenarkan pilihan dan tindakan kita sendiri, sehingga kita merasa nyaman dengan keputusan yang telah diambil. Namun, masalah muncul ketika sikap ini mengakibatkan ketidakmampuan untuk memahami sudut pandang orang lain atau merendahkan pandangan mereka.

Faktor sosial juga memainkan peran penting dalam sifat ini. Kita hidup dalam masyarakat yang cenderung mengkotak-kotakkan pandangan dan identitas, yang dapat menyebabkan kita lebih suka bersama orang yang memiliki pandangan serupa. Ini dapat memperkuat keyakinan kita bahwa kita benar dan kelompok lain salah, karena kita mengabaikan sudut pandang yang berbeda-beda.

Dalam konteks jabatan, gelar, dan keadaan finansial, perasaan superioritas semakin diperkuat. Orang yang memiliki posisi atau status yang lebih tinggi cenderung menganggap pandangan mereka lebih berharga daripada yang lain. Ini dapat menciptakan jurang antara mereka dan orang-orang yang dianggap “kurang” dari segi prestasi atau kekayaan.

Namun, penting untuk diingat bahwa pandangan ini memiliki konsekuensi negatif. Merasa selalu benar dan memandang rendah orang lain dapat merusak hubungan personal, menghambat pertumbuhan pribadi, dan merugikan kolaborasi dalam lingkungan profesional. Kunci untuk mengatasi sifat ini adalah mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan dan mencoba memahami sudut pandang orang lain tanpa prasangka.

Istilah “ibarat semut di seberang lautan jelas kelihatan, sementara gajah di pelupuk mata tidak tampak” memvisualisasikan bagaimana perasaan superioritas dapat mempengaruhi persepsi kita terhadap diri sendiri dan orang lain. Kita cenderung mengabaikan kekurangan atau kesalahan kita sendiri, sementara memperbesar kekurangan orang lain.

Penting untuk memahami bahwa kesalahan adalah bagian alami dari kehidupan manusia. Tidak ada yang selalu benar, dan melihat kelemahan dalam diri sendiri dan mengakui sudut pandang orang lain adalah langkah pertama menuju pertumbuhan dan pemahaman yang lebih baik.

*Silakan Share