Ketika Batubata Memicu Inflasi di Provinsi Jambi

Foto: Dr. Noviardi Ferzi

EcoReview – Apa hubungan angkutan batubara dan inflasi di Provinsi Jambi ? Jika anda menjawabnya tidak ada, anda keliru! Karena justru angkutan batubara menjadi salah satu akar yang melatar belakangi tingginya inflasi di Jambi.

Bagi sebagian orang ini mungkin sebatas hipotesis, dugaan yang masih perlu di buktikan, namun, bagi masyarakat penguna jalan raya ini sudah menjadi postulat, asumsi yang sudah berkali – kali teruji kebenarannya.

Sebelumnya publik heboh, ketika Jambi mencapai inflasi tahunan 8,55 persen atau tertinggi di Indonesia. Penyumbang tingginya inflasi Jambi adalah cabai merah, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, dan daging ayam ras. Tingginya harga cabai.

Batubara di Jambi telah menimbulkan inefisiensi ekonomi yang dahsyat. Tingginya angka Provinsi Jambi bulan Juli 2022 yang disampaikan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, salah satunya karena lamanya ada di ditribusi bahan pangan dari daerah – daerah sentra produksi di Kerinci, Curup, Sumbar ke berbagai kota dalam provinsi Jambi.

Ketika angkutan barang pangan ini mengalami kemacetan memicu kenaikan harga karena ongkos angkut yang lebih mahal.

Bagi warga kabupaten Batanghari, Kota dan Muaro Jambi angkutan Batubara telah menimbulkan Kemacetan yang terjadi di sepanjang ruas jalan, mulai dari Mandi Angin, Koto Boyo, Tembesi, Sei Duren, Mendalo, lingkar selatan, Selincah, ataupun jalur Tempino ke Kota Jambi.

Kemacetan ini tentu berpengaruh pada ekonomi masyarakat. Kemacetan ini telah berdampak pada pengurangan penghasilan dan penurunan manfaat ekonomi bagi pekerja yang bekerja di sepanjang jalur batubara tersebut.

Kerugian yang sangat dirasakan para pengendara mobil adalah nilai kerugian dari pemborosan bahan bakar akibat peningkatan pembelian bahan bakar minyak (BBM), penurunan produktivitas berupa waktu yang terbuang akibat kemacetan.

Selain itu, kemacetan lalu-lintas juga menimbulkan kerugian nilai ekonomi akibat penurunan kondisi kesehatan, sehingga menimbulkan biaya dalam bentuk biaya pengobatan, serta kerugian nilai tekanan psikologis karena kemacetan.

Perhitungan saya, kerugian total ekonomi akibat dampak kemacetan di sepanjang jalur tersebut mencapai Rp 13,4 trilyun per tahun atau sekitar 5,6 persen dari nilai PDRB Provinsi Jambi yang tahun 2021 mencapai 233 triliun.

Kerugian tersebut sebagian besar berasal dari kerugian akibat: inefisiensi Bahan Bakar Motor (BBM) (76 persen), penurunan produktivitas pekerja (15 persen), peningkatan biaya kesehatan (7 persen), serta kerugian akibat tekanan psikologis (3 persen).

Masalah inilah yang memicu inflasi parah di Jambi. Terganggunya distribusi akibat kemacetan panjang angkutan batubara di jalan-jalan publik telah mengganggu pasokan dan menambah tinggi harga komoditas di pasar (***)

*Silakan Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *