Inflasi Di jambi Kian Meningkat, Sampai 8 Persen

JAMBIONE.COM, JAMBI – Inflasi di Provinsi Jambi kembali ke angka 8 persen di bulan September 2022 setelah sempat menurun di bulan Agustus lalu. Data ini, berdasarkan release yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, Senin 3 Oktober 2022.

Secara yer on year atau perbandingan dari bulan September tahun 2021 lalu, inflasi Provinsi Jambi di bulan September tahun ini adalah 8,09 persen. Sementara, dari bulan lalu inflasi di Jambi mengalami kenaikan hingga 0,61 persen.
“Dari bulan lalu, inflasi di Kota Jambi mengalami kenaikan sebesar 0,55 persen dan secara year on year adalah 8,04 persen. Sementara Kabupaten Bungo mengalami inflasi sebesar 1,10 persen dan secara year on year adalah sebesar 8,51 persen,” kata Kepala BPS Provinsi Jambi, Agus Sudibyo.

Menurut Agus, komoditi penyumbang inflasi terbesar adalah Bensin, Solar (BBM) , dan kenaikan tarif angkutan. “Harga beras juga harus diwaspadai oleh pemerintah. Karena diketahui menjadi komoditi penyumbang inflasi yang cukup besar,” tambahnya.

Sementara itu, cabai merah hingga minyak goreng setelah dilakukan operasi besar-besaran tidak menyumbang inflasi kali ini alias negatif. “Tentu butuh kerjasama stakeholder bagaimana agar angka inflasi ini dapat diturunkan kembali disisa beberapa bulan sebelum kalender tahun ini berakhir,” katanya

Menanggapi angka inflasi di Provinsi Jambi kembali ke angka 8 persen di bulan September 2022, Pengamat Ekonomi Jambi, Dr. Noviardi Ferzi mengingatkan pemerintah akan ancaman inflasi tinggi terhadap kemiskinan. Menurut dia, setiap kenaikan 1 persen inflasi dapat meningkatkan angka kemiskinan sekitar 0,2 hingga 0,8 persen di Provinsi Jambi. Perhitungan tersebut mempertimbangkan kerentanan golongan masyarakat hampir miskin menuju masyarakat miskin.

” Pergerakannya sekitar 0,8 persen-1,2 persen dari inflasi. Jadi kalau ada prediksi jika kenaikan harga pangan bisa membuat jumlah penduduk hampir miskin menjadi miskin itu betul. Ini yang harus jadi perhatian pak Gubernur, ” kata dosen Ekonomi STIE Jambi ini.

Dengan kondisi inflasi yang tinggi ini, Noviardi menilai sulit bagi pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan. Pasalnya, ada tekanan inflasi cukup tinggi yang menyulitkan untuk memperbesar proporsi penurunan kemiskinan di Provinsi Jambi.

Proyeksinya tersebut sejalan dengan Laporan Food Price Watch yang dipublikasikan Bank Dunia, tentang kenaikan indeks harga pangan sebesar 15 persen sejak perang Rusia vs Ukraina. Tren kenaikan harga komoditas itu diperkirakan telah menjerumuskan 44 juta jiwa penduduk ke dalam jurang kemiskinan.

Karenanya, lanjut Noviardi, pemerintah perlu mengantisipasi dengan menerapkan berbagai kebijakan yang diyakini efektif menekan laju inflasi. Dia menilai selama ini program-program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah kurang optimal dalam menekan angka kemiskinan.

Untuk itu, Noviardi menyarankan agar pemerintah fokus pada mendorong pertumbuhan di sektor pertanian dan industri yang terbukti efektif dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Menurut perhitungannya kedua sektor usaha tersebut memiliki kemampuan mengentaskan kemiskinan sebanyak 6,5 kali lipat dibandingkan pertumbuhan di sektor non-tradeble.

Kemampuan industri dan pertanian itu cukup powerful dalam menekan angka kemiskinan. Setiap pertumbuhan 1 persen pertanian, berpotensi menurunkan 0,027 persen kemiskinan. Sedangkan 1 persen industri bisa menurunkan 0,034 persen kemiskinan. Bandingkan dengan non tradeble yang setiap 1 persen hanya mampu menurunkan kemiskinan 0,01 persen, katanya.

Selanjutnya, Noviardi melihat perlu adanya kolaborasi antar lembaga pemerintah pusat maupun daerah untuk mengatasi tingginya inflasi yang terjadi di Provinsi Jambi. “Untuk menyelesaikan masalah tersebut harus ada kolaborasi menjadi satu kesatuan dengan semua pihak, jangan jalan sendiri-sendiri. Kami melihat yang konsen menangani masalah ini adalah Bank Indonesia. Jikalau pihak BI tidak konsen pasti kolaborasi jadi semakin sulit. Apalagi disejumlah daerah kolaborasi antar daerahnya masih lemah,” pungkasnya.(ist/*)

*Silakan Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *