HINGGA AKHIR 2024: KITA SEMAKIN QADARIYAH ?


Oleh: Amhar Rasyid

Jambi, 27 Desember akhir tahun 2024

Assalamu’alaikum wr,wb
Tulisan di akhir tahun ini lebih ditujukan untuk adik2 kawula muda dan juga anda yang sudah senior yang masih ‘bingung’ mendengar istilah…ah..ah,…ah. Ada istilah Asy’ariyah, Syi’ah, Mu’tazilah, Syafi’iyah, Muhammadiyah, dsb. Masuk kelompok yang mana anda? Sengaja saya tulis ini untuk mempertanyakan ilmu kalam yang kita anut, nampak masih ngotot Jabbariyah tetapi nyatanya semakin mengarah rindu kepada Qadariyah…anda ’benci tapi rindu’.

Tulisan Jum’at ini sengaja dibuat induktif-dekonstruktif. Ia mengeritik kehidupan keseharian kita agar pembaca terbangun dan semakin menjadi cerdas. Susunan format tulisannya senagaja tidak akademik, dibuat acak dan sedikit kocak, agar lebih menjangkau ‘grass-root’.

Pertama, apakah anda yakin keberhasilan hidup anda sekarang, punya banyak harta, sukses jadi sarjana, sukses jadi pimpinan, jadi guru/dosen, jadi orang hebat/beken, lebih karena usaha anda sendiri? Semua kegagalan/kesuksesan diyakini tergantung usaha diri sendiri…Tuhan hanya menentukan di akhir? Itu namanya anda ikut Qadariyah (Free Will). Qadariyah itu paham yang meyakini bahwa usaha manusia sangat menentukan keberhasilan. Struggle for life katanya. Kalau anda bilang, saya panjang umur berkat pandai merawat badan, menjaga kesehatan sendiri, makanan bergizi, istirahat cukup, olah raga, pokoknya kita yang harus giat,jangan hanya semua menyerah pada Allah. Anda lagi2 ikut paham Qadariyah.

Sebaliknya, apakah anda yakin masih bisa hidup hingga akhir tahun ini karena sudah ketentuan Tuhan walaupun sakit2an, usaha ‘sepenuh hati’ ditinggalkan, nasehat dokter diabaikan walaupun BPJS jadi langganan, semua diyakini sudah diatur Tuhan, manusia hanya tinggal menunggu kapan2? Kalau anda yakin begitu, artinya anda ikut ‘Jabbariyah’ (Predestination).

Apa itu Jabbariyah? Jabbariyah itu adalah paham yang meyakini kita manusia ini sudah ‘terkungkung’, sudah terbelenggu oleh semua ketentuan Tuhan, mirip seseorang yang menaruh kedua tangan dipundaknya..menyerah saja pada nasib, akhirnya menjadi orang Fatalis (pasrah). Tetapi anehnya, orang2 sekarang, semoga bukan termasuk anda, banyak yang nyogok masuk kerja, otaknya main, pakai uang pelicin, punya koneksi orang dalam, usaha mati2an dengan segala cara, tetapi lidahnya masih ngaku Jabbariyah. Bila orang yang ngaku Jabbariyah ini nyaleg di Pilkada, ternyata kalah, dia malah ribut di Mahkamah Konstitusi, yakin keputusan MK nanti bisa berobah. Bila mau nyaleg, dia bersikap Qadariyah tulen, dia sibuk di Jawa mencari guru2 spirituial, dibayar mahal, yang diyakini akan mampu memenangkan Pilkada. Namun bila sudah kalah, dan menyerah, jawabannya apa? Itu sudah ketentuan Tuhan. Dia kembali lagi berlindung di bawah Jabbariyah.

Pertanyaannya: untuk menjadi Rektor atau Pejabat Eselon apakah cukup berpangku tangan saja, terserah pada ketentuan Tuhan (Jabbariyah)? Atau perlu kasak kusuk ke sana kemari mencari dukungan politis, sungkem pada kiyai, dekati pejabat tertentu, gabung Parpol tertentu, sebelum hari H? saya yakin mereka cenderung Qadariyah. Jokowi adalah buktinya. Mulai dari pedagang furniture, kemudian menjadi Walikota Solo, kemudian Gubernur DKI, kemudian jadi Presiden 2 periode, dan kemudian jadikan anaknya pula sebagai Wapres, ini semua bukti Qadariyahnya. Jadi key word untuk Qadariyah adalah ‘strategi’, dan kata kunci untuk Jabbariyah adalah ‘gigit jari’. Maka sejarah mencatat…orang sukses adalah orang yang berpaham Qadariyah.

Hari ini dari sekian banyak bersileweran isi WA, FaceBook, YouTube, terlihat ada penggiringan suara ke arah ah…ah…kebanyakan Jabbariyah dan Murji’ah. Katanya: Semua sudah diatur Tuhan (Jabbariyah), Tunggu ajalah azab Tuhan di akhirat (Murji’ah). Ah jangan tunggu2, kita harus robah dengan tangan kita sekarang, kapan lagi? (Ini Qadariyah). Eloklah kita habisi aja mereka sekarang (Khawarij). Jangan begitu, kita harus berpikir matang, menyalahkan satu pihak saja tidak fair (Mu’tazilah). Biarin ajalah Pemerintah jelek kayak gitu mendingan dari pada tak ada yang memerintah sama sekali (Asy’ariyah). Anda termasuk penyebar isi berita yang mana?

Pertanyaan selanjutnya, apakah anda yakin bahwa isteri/suami anda sekarang ini sudah ditentukan Tuhan sebelumnya? Bila iya, anda juga ikut Jabbariyah namanya. Tetapi bila anda pacari/larikan anak gadis orang, pingin dinikahkan walaupun tanpa restu orang tua, pokoknya..hidup/mati aku mau sama dia? Itu bukan lagi anda ikut Jabbariyah namanya, hanya di bibir saja ngaku2 Jabbariyah. Alasan!

Di segi ekonomi dan politik. Apakah anda yakin Tuhan akan membalasi semua kejahatan orang pada anda, karena duit anda dilarikan orang, tanah/rumah disita, jabatan digeser, anda bilang sambil kesal: tunggu nanti pembalasan Tuhan di akhirat. Dalam hal ini anda telah ikut Murji’ah. Demikian pula bila anda kesal/jengkel pada Jokowi, tunggu saja azab Tuhan nanti di akhirat? Itu juga anda ikut Murji’ah namanya.

Dalam pengamalan hukum Fikih Islam, apakah anda bila berwudhu’ selalu membasahi rambut sedikit saja, tidak menyapu seluruh rambut di kepala? Artinya anda ikut mazhab Syafi’iyah. Bila anda suka memelihara satu ekor anjing di rumah/pekarangan, itu artinya anda ikut mazhab Malikiyah. Bila anda seorang wanita yang sudah dewasa dan menikah tanpa wali, itu artinya anda ikut mazhab Hanafiyah. Bila anda kerja mati2an, pergi pagi pulang sore lupa solat, itu namanya anda gila Rupiah. Apakah anda ngaku sebagai orang Islam tetapi tak pernah solat? Anda namanya Islam KTP, ngaku2 saja Islam tetapi rukun Islam dicuekin. Apakah anda solat sendirian di rumah, tak pernah solat berjamaah di langgar/masjid? Anda namanya …..apa ya? Tapi kalau anda jarang pulang kerumah? Itu Bang Toyib namanya, kata lagu.

Apakah anda mengadakan tahlilan setelah kematian? Anda namanya ikut NU, bukan Muhammadiyah. Apakah anda hari ini perlu pakai jenggot, baju anda mirip Arab, ingin hidup keseharian seperti di zaman Rasul dulu? Anda namanya pengikut Salafiyah. Salaf artinya terdahulu. Iyah..iyah artinya aliran/paham. Apa pula beda Fikih dengan Teologi? Fikih membicarakan aturan/larangan terkait urusan ‘bagian luar’ seorang Muslim, seperti berwudhu’, berzakat, berpuasa, dll. Sementara Ilmu Kalam (teologi) membicarakan urusan ‘bagian dalam’ seorang Muslim, urusan yang terkait dengan keimanan pada yang ghaib, misalnya tentang azab kubur, sorga, neraka, hisab setelah kiamat, dll. Diskusi pagi Jum’at ini lebih banyak terkait hal2 teologis. Masalahnya, alam ghaib yang metafisis dilihat, dinilai, ditafsirkan dengan wawasan intelektual yang terbatas, akibatnya paham agama menjadi sempit.

Misalnya dari segi teologi, apakah anda yakin bahwa semua orang2 yang semula beragama Islam kemudian jadi kafir, murtad menurut anda, dan pemerintah dinilai jahat ‘thoghut’ tidak menjalankan syari’at Islam, semua mereka harus dibunuh/dihabisi? Itu namanya anda ikut paham Khawarij/ekstrimis. Tetapi bila anda bilang, ah, serahkan sajalah pada Tuhan, mau dihukumNya atau tidak, antara berdosa/tidak, itu namanya anda ikut paham Mu’tazilah (manzilatan baynal manzilatayn). Atau anda bilang, ah, tunggu saja pembalasan Tuhan di akhirat nanti, itu anda namanya ikut paham Murji’ah. Murji’ah adalah paham yang mengajarkan untuk ‘menunda’. Murji’ah lawan dari eksistensialis. Bagi eksistensialis: hari ini ya ditentukan sekarang. “Don’t wait till tomorrow, Do what you can do today!” bukankah anda sering bilang begitu? Eksistensialis itu, bagi saya, Qadariyah 100% minus wahyu.

Mu’tazilah adalah juga golongan orang Islam tetapi mereka lebih rasional/ akal pikiran diutamakan dalam memahami ajaran agama. Sementara NU adalah singkatan Nahdhatul Ulama, salah satu organisasi keislaman di Indonesia yang setia mengikatkan dirinya pada aliran Asy’ariyah. Asy’ariyah tidak terlalu mengutamakan ratio mirip Mu’tazilah. NU mentolerir praktek2 peribadatan yang sudah mengakar sejak zaman nenek moyang di Nusantara, sementara Muhammadiyah ingin di bagian terdepan mengajak umat Islam Indonesia…ayo kita Beragama yang mencerahkan, Islam yang Berkemajuan, yang tak terikat pada tradisi nenek moyang. Itu bedanya salah satunya..anda mau ikut yang mana?

Dari sekian banyak ..ah,…ah…di atas, sekali lagi anda termasuk yang mana? Begitulah kehidupan kita dalam beragama mewarisi …ah…ah… sebagai peninggalan dari orang2/ulama terdahulu. Khawarij, Syi’ah, Murji’ah, Mu’tazilah…pada mulanya timbul akibat perang antara Ali dan Mu’awwiyah. Kita sekarang hanya mewarisi ‘akibatnya’ saja. Guru2 di sekolah, dosen2 di kuliah, ustaz2 dalam ceramah, pengajian ibuk2 di rumah2, sadar atau tak disadari, semua bekerja membawa kita ke arah…ah….ah..tersebut. Bila anda warisi ah..ah..itu dengan pengetahuan anda, penuh sadar diri, dan memang sudah dipikirkan masak2, artinya anda orang pintar. Tetapi bila anda hanya ikut2an, ikut suara terbanyak, kemana arah angin kesitu pula anda condong ngikut? Itu namanya anda orang ‘tak tahu arah’.Maka tak usah marah.

Yang banyak sekarang adalah ‘orang tak tahu arah’, maka saya buat tulisan ini agar anda tergugah, diharapkan nanti bisa menentukan arah. Karena tak tahu arah, maka kita temui pula aliran Islam Kejawen. Saya pernah nginap di rumah Jenderal TNI berbintang 3 di Jakarta, AC dingin, lantai kamar marmar serba wah, tempat tidur besar dan mewah toiletnya. Anehnya, pagi2 asap menyan sudah harum masuk berembus ke dalam kamar tidur saya, saya intip ke jendela rupanya dupa dan bunga sudah terletak di dekat jendela kamar tidur yang cantik di lantai II tersebut. Ini namanya Islam Kejawen, tidak ada ditemui pada aliran ah..ah..masa lampau, mungkin hanya ada di Nusantara. Jenis Islam begini tak tahu nilai tawhid.

Sekarang saya bertanya: Kisah Sitti Nurbaya dalam novel Marah Rusli menceritakan perkawinan yang terpaksa karena ayah Sitti Nurbaya dililit hutang pada Datuk Maringgih. Menurut anda kisah novel tersebut ikut aliran Jabbariyah atau Qadariyah?

Suatu kali waktu memberi kuliah, saya bertanya pada mahasiswa2 saya yang masih muda belia. Jodoh, rezki dan maut sudah ditentukan Tuhan, betul? Iya Pak kata mereka serentak. Artinya anda semua ikut Jabbariyah. Lalu saya tunjuk seorang mahasiswa ganteng, bila nanti malam tiba2 datang seorang perempuan Afrika, tinggi hitam, gemuk, membawa koper di depan rumahmu turun dari grab, dia bilang ‘I’ll be your wife’ (Saya ini bakal jadi istrimu), maka anda harus nikahi dia ya? Semua pada ketawa seisi kelas. Tak mauuuuuu/ogah kata mereka. Saya tanya: Kenapa anda ragu menjadi Jabbariyah? Kata Prof. Quraysh Syihab, jodoh itu bukan di tangan Tuhan, tetapi dijemput. Ya, jodoh DIJEMPUT. Pertanyaannya: apakah Prof. Quraysh sudah ikut Qadariyah, sementara anda sendiri masih ragu2 ikut Jabbariyah?

Bahkan ada Hadis Nabi mengatakan: Setiap anak dilahirkan suci (plong), hanya orang tuanyalah yang meMajusikan (menjadikannya beragama Majusi), atau meNasranikannya (menjadikannya beragama Kristen). Hadis ini nampaknya cenderung Qadariyah (menekankan perlunya usaha). Kenapa Nabi tidak Jabbariyah (terkungkung)? Dia tidak bilang, seseorang sudah ditentukan Tuhan (terkungkung) dari ‘sono’nya menjadi Kristen/Majusi/Yahudi. Dalam Hadis, Nabi ternyata malah menyalahkan Ibu Bapanya. Hadis Nabi ini di kemudian hari nampak pula pada teori Tabularasa John Locke dalam versi epistemologik.

Bila Najwa Syihab sang wartawati, mantan penyiar Metro TV yang cantik dan terkenal itu tidak berjilbab, tidak memakai kerudung, lantas orang menanyakan pendapat Abinya (Prof. Quraysh Shihab). Abinya menjawab: Dia kan sudah dewasa, sudah bisa menentukan sikapnya sendiri’. Menurut anda apakah Abinya ikut Jabbariyah atau Qadariyah?

Sebetulnya ide semula menulis hal2 di atas karena saya tergugah setelah membaca buku abang Prof. Fauzan Saleh, asal Ponorogo, yang mana tanggal 19 Januari 2025 nanti, insyaallah, dia akan berulang tahun yang ke 72. Bukunya berjudul Teologi Pembaruan, Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2020). Buku setebal 474 halaman tersebut berasal dari disertasinya di McGill University tahun 2000 yang semula berjudul ‘The Development of Islamic Theological Discourse in Indonesia: A Critical Survey of Muslim Reformist Attempt to Sustain Orthodoxy in the Twentieth Century Indonesia’. Dan manuskrip disertasi tersebut telah pernah diterbitkan di Belanda oleh E.J Brill, 2001. Fauzan juga menyinggung pendapat2 Harun Nasution, Nurcholish Madjid, Montgomery Watt, Muhammad Abduh dan lainnya. Fauzan berkesimpulan perlunya melirik kembali teologi rational yang mendukung pluralitas, sebab ada indikasi kuat bahwa kita masih Murji’ah. Beda dengan Fauzan, saya hanya menceritakan secuil fenomena keseharian ‘zaman now’ yang terinspirasi oleh kajian Fauzan tersebut. Mudah2an tulisan saya ini dikomentarinya.

Menurut Prof. Harun Nasution (Mantan Rektor UIN Jakarta), aliran2 seperti yang diterangkan di atas sudah banyak yang punah, hanya beberapa saja yang tinggal. Aliran2 di atas adalah produk orang Islam masa lampau kebanyakan tinggal di tanah Arab. Sekarang kita ikut mewarisinya. Ada kalanya dulu mereka berperang, ada kelompok yang setuju dengan perang ada yang menolak. Ada yang menganggap golongan yang berkuasa dulu itu sudah kafir, harus dibunuh, dan ada pula yang bilang tunggu sajalah keputusan Tuhan. Ada pula yang mengatakan para penguasa Muslim dulu itu tidak bersalah, tidak berdosa dan tidak pula pasti akan masuk sorga…posisinya antara dua hal, ini dinamai manzilatan baynal manzilatain (berada pada antar dua posisi). Ada yang bilang bahwa keluarga Ali saja yang berhak jadi pemimpin (Ahlul Bayt). Peritiwa2 semacam itulah diantaranya sebagai cikal bakal ..ah…ah..di atas. Artinya, teologi (ilmu Kalam) yang kita warisi hari ini, utamanya, adalah produk pertikaian paham kaum Muslimin di masa lalu. Pertanyaannya, apakah kita hari ini akan terus ‘bertengkar’ juga dengan ah…ah..? Yang tidak konsisten, bagi saya, kita nampaknya semakin bergerak ke arah Qadariyah tapi di bibir masih ‘ngotot’ Jabbariyah.

Ke depannya, menurut Prof. Amin Abdullah, sikap kita harus berobah. Bukan itu lagi yang harus kita pertahankan di zaman sekarang. Kita jangan terbenam dengan ah..ah..masa lampau tersebut. Muhammadiyah malah sudah melihat jauh ke depan dengan mengumandangkan konsep yang terkenal dengan nama Islam Berkemajuan. Apa itu? Islam Berkemajuan adalah Islam yang memancarkan pencerahan, termasuk emansipasi dan humanisasi. Islam Berkemajuan adalah perwujudan dari perluasan pandangan keagamaan melalui cara dakwah dan tajdid, tetap bersumber dari al-Qur’an dan Hadis, melihat kekinian dan masa depan. Artinya, biarlah ah..ah..masa lampau itu menjadi barang antik. Banyak hal penting yang lebih mendesak untuk dipikirkan dan dikerjakan di masa sekarang. Menurut anda, apakah Muhammadiyah sudah cenderung Qadariyah?

Terlihat oleh saya dari penjelasan di atas, bila sesuatu hal terjangkau oleh akal sehat kita (sebagai orang awam), kita cenderung ikut aliran Qadariyah. Namun bila TAK terjangkau oleh akal pikiran kita untuk menjelaskan sesuatu, lantas kita (orang biasa) cenderung Jabbariyah. Jadi ikut Jabbariyah sebagai pelarian, karena kurang mampu menjelaskan duduk perkaranya. Orang awam kurang mampu mengkonsepsikan pengetahuannya kata Prof. Sugiharto (UNPAS Bandung), sementara menurut saya, orang awam kurang mampu menjelaskan Sunnatullah yang bersifat causalitas. Semakin piawai menjelaskan causalitas: pintu gerbang Qadariyah semakin terbuka.

Buktinya banyak orang terpilih kemaren jadi Anggota Dewan di Senayan. Sederetan nama artis jadi Anggota Dewan termasuk Raffi Ahmad. Kenapa orang cerdas, jujur, punya bukti dedikasi di daerah, telah lama berusaha tetapi tak kunjung menjadi anggota Dewan ya? Apakah artis berhasil duduk di Senayan sebagai anggota DPR karena taqdir Tuhan atau karena usahanya plus banyak duit? Entahlah. Biarlah Ustaz Zuhri Idris, ulama DKI asal Sumbar, beliau pembaca setia tiap Jumat tulisan saya ini, yang akan menjelaskannya nanti. Diundang juga Ustaz Muslih di Lombok atau Mas Budy di Kelantan, Malaysia atau sekalian Mbak Justiani. Kita tunggu komentar2 mereka dari ‘sudut pandang yang berbeda’, akan kita hargai dan nati saya share/forward!

Demikianlah tulisan di akhir tahun ini. Selamat jumpa tahun depan 2025. Mohon maaf bila ada kata2 yang salah walau sedikit panjang, pamit. Wassalam, Amhar Rasyid. SUKSES!

*Silakan Share