Diskusi Bareng Pemuda Muhammadiyah, DPR Sepakat Pemilu dan Pilkada Digelar di Tahun Berbeda

Jakarta, 29 April 2025 — Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda menyatakan sepakat dengan usulan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja agar Pemilu dan Pilkada diselenggarakan di tahun yang berbeda. Hal ini disampaikannya dalam diskusi bertajuk Evaluasi Pemilu 2024 dan Arah ke 2029 yang diselenggarakan Pemuda Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (29/4).

Dalam diskusi yang mengangkat tema “Masa Depan Demokrasi Elektoral di Indonesia”, Rifqinizamy menilai pemisahan waktu antara Pemilu dan Pilkada minimal setahun akan memberikan jeda yang sehat dalam proses demokrasi. Ia menyebut, idealnya Pilkada 2029 digelar pada 2030 atau bahkan 2031.

“Terkait dengan tahapan, saya sepakat. Bahwa tahapan pemilu kita — pileg, pilkada, pilpres — itu minimal jedanya setahun. Minimal. Jadi nanti kalau 2029, ya minimal pilkadanya 2030. Tahun 2031 juga tidak masalah,” ujarnya.

Rifqinizamy juga menyinggung pentingnya menjadikan penyelenggara pemilu di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota sebagai lembaga permanen. Menurutnya, hal ini akan memperkuat kelembagaan dan meningkatkan kualitas pemilu di tingkat lokal. Ia juga mengingatkan adanya potensi penyalahgunaan dana hibah Pilkada jika tidak diawasi dengan baik.

Diskusi ini turut menghadirkan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, dan tokoh-tokoh pemuda lainnya. Dzulfikar secara tegas menyuarakan pentingnya mempertahankan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2029.

“Sistem ini tidak hanya memperluas partisipasi politik rakyat, tetapi juga mendekatkan proses pemilihan dengan prinsip kedaulatan rakyat secara substansial. Demokrasi tidak boleh direduksi menjadi sekadar prosedur, melainkan harus menjadi ruang kontestasi yang terbuka, adil, dan inklusif, terutama bagi kelompok muda dan non-elite politik,” tegas Dzulfikar.

Ketua KPU dan Ketua Komisi II DPR RI dalam forum tersebut sama-sama menilai bahwa demokrasi Indonesia masih dalam fase konsolidasi yang dinamis. Oleh karena itu, keduanya menekankan perlunya keberanian politik untuk mempertahankan capaian progresif, seperti sistem pemilu proporsional terbuka dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu.

Sebelumnya, usulan pemisahan jadwal Pemilu dan Pilkada juga telah dikemukakan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto. Menurutnya, jarak antara pemilu nasional dan lokal akan memberikan ruang yang lebih baik untuk memfokuskan tahapan dan pelaksanaan masing-masing secara lebih optimal.

“Konsep ini juga diusulkan oleh teman-teman Perludem, ada pemisahan antara Pemilu nasional dan lokal. Jadi ini bagus, nanti setelah tahapan Pilkadanya selesai, kita akan fokus,” kata Bima Arya dalam keterangannya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, 20 November 2024.

Diskusi ini menjadi refleksi penting atas dinamika Pemilu 2024 sekaligus momentum awal membangun fondasi demokrasi elektoral yang lebih matang dan inklusif menuju 2029. (Ihm)

*Silakan Share