DA’I MUDA…MISKIN METODE


Jambi, Jum’at 24 May 2024

Da’i artinya juru da’wah, seseorang yang berceramah tentang agama Islam di depan umum. Akhir2 ini kita gembira, karena semakin banyak da’i2 muda, bahkan telah bertitel Doktor (S3), ini adalah kemajuan di bidang sumberdaya manusia. Bagus. Banyak yang berbakat, fasih berbicara di depan umum, tetapi ada di antara adik2 da’i muda tersebut yang isi dakwahnya ‘meloncat sana-sini’, belum terfokus pada satu tema. Dari Ramadhan ke Ramadhan, da’i muda pada bermunculan terutama di langgar kami. Saya sendiri bukanlah da’i tetapi di sini ingin menyumbang sedikit pengetahuan bagi para da’i muda, mudah2an diterima dengan lapang dada. Meskipun di UIN ada Fakultas Dakwah, tetapi tak ada salahnya saya juga ikut menyumbang, walaupun saya mantan dosen Syari’ah.

Pengetahuan yang ingin disumbangkan itu begini. Menjadi da’i itu adalah profesi mulia, namun saya lihat ada beberapa kiatnya. Pertama, kenali dulu audiensnya (jama’ah) di depan anda. Apakah mereka berpendidikan menengah, atau kelompok organisasi tertentu. Bila anda di kalangan jemaaah petani, ya bicaralah pengalaman pertanian. Bila ceramah di lingkungan perkantoran, ya berbicaralah tentang dunia perkantoran. Hindari pakai istilah2 asing yang sulit dipahami mereka. Bila kelompok jama’ahnya mayoritas NU, ya jangan bicara Muhammadiyah, nanti sepi jama’ah. Itu contoh. Kemudian tanyai dalam hati anda sendiri: apa yang mereka harapkan dari ceramah anda? Ini yang susah diketahui. Biasanya panitia penyelenggara acara dapat dimintai sarannya. Semakin anda tahu keinginan jama’ah semakin anda ‘laris’. Bila anda langsung kutip ayat dan Hadis secara umum tanpa terkait dengan masalah aktual, saya khawatir ‘dagangan anda tak dibeli jama’ah’. Mirip beli terpaksa! Mendengar dalil ayat dan Hadis itu mirip obat pahit, dipaksa dokter meminumnya, tetapi kurang ‘lezat’, maka biasanya diselingi guyonan.

Kedua. da’i2 muda sebaiknya sebelum memberikan ceramah pikirkan dulu, bukan satu ayat yang akan diceramahkan, tetapi satu tema. Tema artinya ‘sekitar apa pembicaraan’nanti. Apakah sekitar masalah sosial, ekonomi, politik, seni dan lainnya. Pikirkanlah tema yang menarik bagi jama’ah sejak berangkat dari rumah. Bila berceramah tentang hasil Pemilu di Sumbar, ya bicaralah tentang baiknya Anies, jangan baiknya Prabowo. Bila tertarik berceramah tentang tema sosial, boleh saja da’i muda mengambil judul ceramahnya ‘kenakalan remaja’ misalnya. Ini baru tahap judul, di dalam judul ada lagi tahap penentuan masalahnya. Maka tolong jelaskan di awal ceramah tersebut ‘masalahnya’: apa yang menjadi persoalan sekarang dalam kenakalan remaja tersebut, misalnya apakah ‘ngebut2 lomba motor di tengah malam’ atau ‘nongkrong di warung2 sambil minum2 alkohol, atau terlibat narkoba. Jadi sebelum berceramah, berfikirlah deduktif (dari yang lebar kepada mengerucut). Kupaslah dalam ceramah nanti pemikiran yang telah ‘mengerucut tersebut’! Jangan asal teringat sesuatu dalam kepala, langsung meloncat keluar mulut dalil ayat dan Hadis, akibatnya dakwah tidak mendalam, tidak terasa isi kajiannya oleh jama’ah. Cara2 dakwah seperti ini saya lihat sangat berbeda dengan metode yang saya pahami dari Ustaz Somad, Zainuddin MZ, Quraysh Shihab, dan lainnya. Mudah2 anda menerima saran saya ini dengan lapang dada.

Ketiga, singkat dan padat. Artinya, dalam batas waktu tertentu, yang sudah disepakati dengan panitia langgar dan jama’ah, usahakan apa yang sudah mengerucut dalam kepala anda tersebut dibahas, diulas, diberi ayat, dikutip Hadis, pendapat ulama, pendapat ahli, dikutip judul kitab, ya dibahas, dijelaskan hubungan sebab akibatnya, dijelaskan kepada jama’ah apa yang buruk dalam kenakalan remaja tersebut, dijelaskan penyebabnya, apa kendala dalam menanggulanginya, apa usaha2 yang sudah dilakukan oleh pemuka agama, tuo tengganai, Pemerintah, bahkan oleh anda sendiri. Sebutkan contoh2 yang sudah berhasil dan contoh yang gagal, agar ada perbandingan dalam pikiran jama’ah. Terakhir anda jelaskan…apa solusinya yang terbaik menurut anda sebagai da’i. Solusi yang terbaik bagi orang banyak…disitu kita ber’labuh’. Solusi yang menggeletik pemikiran jema’ah dan menimbang sanubari (perasaan terdalam di lubuk hati masyarakat). Ayat dan Hadis itu di bawa untuk menopang solusi anda, tetapi sedikit guyonan mungkin akan lebih baik juga. Jadi, beberkan dulu satu contoh persoalan tertentu, bahas sebab akibatnya, apa pendapat para ahli, ulama, pemerintah tentang hal tersebut, apa solusi yang pernah dicoba, berhasil atau tidak, kenapa berhasil/gagal? lalu di penghujung kemukakan solusi anda sendiri…tentu beri juga dalil.

Keempat, ini lebih penting….JANGAN MENYALAHKAN! Dengan mengutip ayat, Hadis, lalu disalahkan Pemerintah, disalahkan orang tua, disalahkan tuo tengganai, disalahkan teman se Rt…yang benar AKU SENDIRI…ini malah tidak bisa diterima jama’ah. Menyalahkan orang lain itu kurang simpatik, kurang terpuji. Giringlah isi ceramah anda kepada satu titik di mana banyak orang akan bersepakat nanti. Pikirkan tanda tambah (+) bukan tanda kurang (-). Kesepakatan itu mirip ‘tanda tambah’ , Kritik itu mirip ‘tanda kurang’. Nampakkan dalam ceramah tersebut titik temu. Titik temu anda dan titik temu jemaah. Bersepakat pada satu titik temu! Ya kita bersepakat untuk menaggulangi kenakalan remaja. Jadi opini anda dalam berceramah tersebut mendapat sokongan empirik (di dunia nyata) oleh mayoritas jamaah, jangan asal kutip ayat dan Hadis tetapi tak menyentuh kehidupan nyata (kering/gersang).

Jama’ah tentu takut membantah dalil2 anda dari ayat dan Hadis, mereka tetap mengangguk kepala, tetapi…lain kali mungkin anda tak akan diundang lagi. Tujuan kita berdakwah bukan asal mengumandangkan ayat dan Hadis, tetapi bagaimana membuat jama’ah agar ‘mempraktekkan isi’ maksud ayat dan Hadis tersebut. Maka dakwah anda bukan memasukkan ke telinga saja, tetapi lebih menggerakkan hati untuk memperbaiki situasi. Jangan asal ‘ballighu ‘anni walau ayah’ (sampaikanlah dariku..walau satu ayat). Dakwah semacam itu kurang mengena, kurang berdampak pada kehidupan nyata. Banyak da’i tak paham situasi di lapangan, tetapi hafal ayat dan Hadis. Yang sering ditemui tatkala seseorang bergiliran diminta Kultum (Kuliah Tujuh Menit) di langgar/mesjid. Setelah dia berdiri di depan jama’ah, kaki tak tenang, dada bergetar, sedikit malu, lalu keluar ayat dan Hadis dari mulutnya. Allamaaaak kata orang Malaysia. Maklum baru belajar, da’i kelompok sendiri (istilahnya da’i dalam negeri/tanpa amplop). Semoga tips metode dakwah dari tulisan ini berguna bagi anda ke depan.

Kelima, jadi bagaimana cara supaya paham situasi lapangan? Ya, sering2 dengar ceramah keilmuan oleh para pakar sosial di TV, hadiri seminar2 ilmiah di kampus, di hotel, di gedung2, diskusilah dengan ahli2 hukum, dengan pemerintah, tanyai keluhan para remaja dari hati ke hati/bukan dibenci, baca buku2 bermutu dari pengarang mana saja, pelajari bahasa Arab dan Inggeris agar bisa membaca kitab2 bermutu lainnya biasanya judulnya terkait Juvenile Delinquency (Kenakalan Remaja), bertukar pikiran dengan orang2 berpengetahuan, menyimak kiat berdakwah oleh para da’i2 kondang, membuka diri untuk mendengar orang lain sekalipun ia beda agama dengan kita, mungkin ada butir2 ‘hikmah’ darinya, jangan berprinsip..pokok ee…pokok eee…sing penting ayat dan Hadis dibacakan…selesai! Ini da’wah kurang berdampak. Anda dak marah pada saya kan?

Keenam, menurut pengalaman saya setelah melihat etika dakwah Hamka, Quraysh Shihab dan Syekh Mutawalli Sya’rawi di Mesir, tidak ada mereka ‘meloncat/menari’ di tengah jama’ah. Mereka duduk berwibawa, yang disasarnya ‘perasaan’ jama’ah agar berangsur ke arah yang baik dari ‘bengkok salamoko’ (kurang simpatik selama ini). Target mereka menyentuh perasaan (lubuk hati) terdalam manusia agar berdampak pada kehidupan nyata, bukan asal memompakan ayat dan Hadis ke telinga jama’ah dengan diselingi gurauan ‘murahan’. Menari2 dan meloncat2 di depan jama’ah…saya dak tahu apa motif mereka di balik itu. Anda sendirilah yang menafsirkannya. Semoga saja anda tidak meniru mereka. Menjadilah da’i umat …jangan menjadi da’i loncat! Sebab ada jema’ah yang ‘geli’ melihat da’i begitu di hadapannya.

Terakhir, bila anda berdakwah, sebaiknya jangan nampak berpihak ke satu partai politik, organisasi tertentu, iklan, dan segala yang berbuntut cari duit. Jangan sebut2 nama itu. Berpikirlah ibarat sebatang pohon jambu. Dakwah anda harus setia pada ‘batang pohon’ jambu bukan pada ‘cabang, ranting2’nya. Dalam satu pohon jambu, batang cuma satu, tetapi cabang dan rantingnya banyak. Batang pohon tempat bergantung semua dahan dan cabang. Bila anda berbicara partai politik nanti bisa terperosok ke satu pilihan (ranting pohon). Buktinya, selama Zainuddin MZ berbicara dakwah..dia adalah da’i ‘Sejuta Umat’, namun bila dia mendirikan partai politik, susah dapat umat. Dia sukses jadi da’i tetapi kandas di politik. Tidak bijaksana. Maka da’i tak usahlah berpartai politik, tetapi berpolitik atas nama negara boleh. Contoh, da’i yang bela Palestina…banyak pendukung, da’i yang bela partainya…sepi pendukung.

Demikian pula bila anda berbicara iklan produk, nanti dikira jamaah, anda dapat duit dari iklan tersebut. Selama produk tersebut baik mutunya nama anda turut terjaga baik, namun bila di kemudian hari produk tersebut ‘tercemar’, nama anda juga ikut tercemar. Iklan kopi di TV, iklan usaha dagang, travel umrah dan sebagainya, sangat riskan bila anda ikut di dalamnya. Quraysh Shihab setahu saya tak pernah ikut beriklan produk. Di sini tak elok bila kita sebut nama da’i2 kondang ibu kota (laki2/pr) yang belum dan telah terlibat di dalam banyak kasus. Anda tahu mereka. Itu karena mereka berdakwah bukan memikirkan ‘batang pohon’ (kepentingan umat) tetapi memikirkan ‘ranting pohon’: keuntungan sendiri. Terseret oleh rayuan honor iklan. Anda pilih yang mana? Yang penting anda tak marah lagi pada saya kan? Sebab Jum’at kemaren tulisan saya pernah dihapus oleh Admin suatu perkumpulan sosial di Jambi, tetapi sudahlah, itu mungkin karena mereka ‘alergi’ dengan nama agama tertentu, walaupun mereka mengimani bahwa itu dulunya agama Nabi Isa as. Jujur saya memang tak pandai berdakwah tetapi hanya memberi saran pemikiran sekitar berdakwah. Jujur saya malu disalami dengan amplop usai berdakwah, pernah diundang oleh Pertamina Jambi, mungkin lebih baik ke depan dibiasakan transfer dengan HP antar rekening saja. Panitia meminta nomor rekening da’i…’bisik…bisik tetangga’.

Demikianlah sumbangan keilmuan saya buat adik2 para da’i muda, selamat berdakwah, saya dukung anda, maaf bila ada kata2 yang salah, semoga umat terus mendapatkan kekuatan iman dari isi ceramah2 anda. Penyanyi Minang Zalmon bersenandung memuji alm. Buya Hamka karena dakwahnya ‘Baransua bengkok salomoko’! (Berkurang sifat dak simpatik selama ini) Amin.
Amhar Rasyid, Jambi.

*Silakan Share