BUKU BAGUS:HOW TO WIN FRIENDS AND INFLUENCE PEOPLE(Bagaimana Kiat Mencari Teman dan Mempengaruhi Orang)


JAMBI – IDEAA.ID || Oleh : Amhar Rasyid Jambi, Jumat, 23 Februari 2024, Sambil menunggu hasil keputusan final KPU tentang hasil Pemilu, marilah kita bicarakan sebuah BUKU bagus untuk dibaca bagi siapa saja agar kita banyak teman dan pandai bergaul. Judulnya seperti di atas karangan Dale Carnegie. Saya sudah baca buku tersebut dan tergugah sekali sehingga membentuk kepribadian saya, mungkin sebagian anda malah lebih dulu membacanya dari pada saya, maka bermanfaat sekali bila diceritakan kembali isinya, dibumbui dengan pengalaman hidup saya, sedikit kritik sosial, dan kemudian ditarik ke ranah kehidupan yang baik bagi sesama kita. Bagus dibaca terutama bagi adik2 dan anak2 kawula muda, tetapi juga bagi yang sudah merasa tua.

Sebagaimana biasanya, setiap Jumat dinihari izinkan saya, mengganggu tidur anda karena bunyi HP, berbagi pengetahuan kepada anda, mudah2an ada waktu luang buat membacanya walaupun agak 3 paragraf karena saya tahu anda sibuk. Kritik dan saran tetap saya terima, kini sudah ada masuk 3 kritik: ada yang menyarankan agar paragrafnya pendek2 saja (lay out), ada pula yang menginginkan isi bahasannya agar lebih menjangkau pengetahuan umum (audiens), dan terakhir (etimologis) ada pula kata singkatan ‘Ass’ agar ditukar, katanya, sebab dapat berkonotasi pejoratif (jelek) bagi sebagian pembaca yang lebih paham b. Inggeris, semuanya: diucapkan Terimakasih. Memang Datuk/Mbah saya bilang: Ba silang kayu dalam tungku, mako api bisa hiduik (Beda Pendapat itu Memperkaya Cakrawala). Se x lagi Maturnuwon.

Buku HOW TO WIN FRIENDS, copy right pertamanya oleh Dale Carnegie 1936, adalah buku saku (buku kecil) dicetak oleh Pocket Books New York, aslinya dalam bahasa Inggeris, sangat laris terjual, lebih dari 15 juta buku terjual hingga tahun 1982 saja, sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, termasuk b. Indonesia dan kini bisa dibeli di berbagai toko buku, dan bila dipraktekkan sarannya, praktis, kita akan punya banyak teman dan selalu ada solusi dalam berbagai urusan. Belikan buku tersebut untuk anak2 kita, suruh baca agar mereka dewasa berpikir dan piawai bergaul dalam hidup, jangan biarkan dia mau menang sendiri, egois! Saya menyarankan karena bagus bukunya dan hebat pengarangnya. Apa sih hebatnya dan apa isi buku tersebut?

Buku tersebut dibaginya menjadi 4 Bagian: Di antara yang paling menarik bagi saya ialah :Bila Ingin Mengambil Madu Lebah, jangan Ganggu Sarangnya. Bagian 2 tentang: Cara (Tips) agar Orang senang dengan Kita. Di antaranya Kiat Jitu agar Tampil Mengesankan Pertamakalinya. Kiat Menjadi Pembicara yang Sukses (ini penting bagi calon da’i). Bagian 3 tentang: Bagaimana Cara Menarik Orang Pada Sudut Pandang Kita. Isinya 1. Hindari Adu Mulut. 2. Hindari Bermusuhan. 3. Bila Kita Keliru, Cepat2 Akui. Bagian 4 tentang: Kiat Menjadi Pemimpin agar Orang lain Patuh 1. Tentukan Titik Salah Persoalannya Lebih dahulu 2. Jangan Membenci Jika Mengeritik 3. Jangan Suka Memerintah Orang, tetapi Bangkitkan Potensi yang terkandung dalam Dirinya. Itulah Diantara Daftar isi Buku tersebut. Menarik.

Sekarang mari kita diskusikan beberapa poin dari isi buku di atas, saya sengaja kutip dari buku aslinya b. Inggeris. Pertama: Jika Ingin Mengambil Madu Lebah, Jangan Ganggu Sarangnya. Kata pengarang: Bila kita berurusan dengan orang banyak (massa), kita sebaiknya mungkin jangan pakai logika, tetapi pakai perasaan (hal.14). Orang banyak susah dikendalikan dengan akal sehat, dengan peraturan, bisa mengeroyok, tetapi pakailah perasaan yang menyentuh hati, bicara dari hati ke hati, saling memahami. Kantor Gubernur Jambi baru saja dilempari batu sebelum Pemilu karena Gubernur Harris, berdasarkan Perda, tetap melarang ribuan truk batu bara melewati jalan raya di malam dan siang hari, yang membuat cepat rusak dan macet jalan raya. Massa mengamuk, sopir, knek, dan pemuda2 melemparkan ribuan batu, hancurlah kaca2 Kantor Gubernur, rusaklah fasilitas negara, hingga kini nampaknya belum ada solusi yg konkrit. Itu sebuah contoh aktual di negeri kami baru2 ini di Jambi (akhir Januari 2024).

Banyak juga orang memuji sportifitas Gubernur, tetapi rakyat bawah yang ingin mencari makan merasa terganggu. Bagaimana solusi mutakhir soal ini, saya belum mendapat kepastian beritanya. Namun bagi Dale Carnegie, pengarang buku ini, solusinya tentunya, menurut tafsiran saya, dekatilah massa dengan persuasif, bicara dari hati ke hati. Sebab bila kita ingin mengambil madu lebah, jangan ganggu sarangnya katanya. Menurut anda bagaimana?

Kedua, Kunci Rahasia Bermuamalat dengan Orang Lain, kata Carnegie, Hargai Diri Orang, Hargai Jasanya dengan Tulus, dengan cara seperti itu anda bakal punya banyak kawan. Ini yang jarang kita lakukan, entah karena apa? Sebut2lah jasa baik orang pada kita, lupakan jasa kita padanya. Ingat2 budi baiknya, dan jangan sekali-kali menyebut “Untung sudah saya tolong kamu dulu’! Bila kita biasakan bersikap seperti itu dalam hidup, pertemanan semakin akrab. Dunia ini berputar bagai roda pedati. Mana tahu dia yang pernah kita tolong sekarang, nanti suatu masa dia akan teringat dengan kebaikan kita…sebab hati kecilnya sudah diketuk sejak lama. Jangankan manusia, kucingpun bila anda sayangi, ia akan ingat selalu ‘kebaikan’ anda.

Cara jitu yang lain, bila pertama kenal, untuk merebut hati orang ialah dengan cara tunjukkan bahwa diri anda bisa dipercayainya, tulus, baik, berbudi, pemurah, menyenangkan ..inilah yang disebut dengan ‘a drop of honey (setetes madu)’ oleh Dale Carnegie. Bila setetes madu itu telah dicicipi oleh teman anda, pergaulan akan akrab selamanya…tinggal bagaimana cara merawatnya lagi ke depan. Jadi kata kuncinya ialah ‘Pertama Kenal bukan Kenalan Pertama’. Pertama Kenal akan sangat impressive (mengesankan), mirip stempel, membekas, tetapi lama kelamaan teman tersebut akan memberi ‘label’ pergaulan kepada anda..apakah label A, B, C atau D..tergantung cara anda pada teman baru tersebut. Coba ambil dg sendok secuil madu, lalu masukkan ke tenggorokannya, sambil senyum manis padanya. Sukses Perkenalan anda! Jangan cuma dengan cewek PDKT begitu!

Lebih dari itu, ada petunjuk praktis lain agar urusan kita lancar yang diajarkan oleh Dale Carnegie dan cara ini memang membekas pada diri saya. Pertama, bila mau berurusan di mana saja, pertama-tama coba cari tahu NAMA orang yang disekitar tempat itu. Ya NAMA. Nama bagi seseorang bila kita sebut akan sangat berarti baginya, nama guru, nama Satpam, nama pegawai kantor. Langsung terasa akrab. Cobalah! Bila anda naik bis misalnya, lalu minta tolong pada knek bis minta tolong, tak panggil nama, angkat barang sana-sini, jelas dia akan enggan..tetapi coba cari tahu NAMAnya lebih dahulu, dan panggil akrab dengan nama tersebut, misalnya Man, atau Iwan, Joko, Ucok..…pasti setiap kali anda minta tolong..akan cepat dibantu dan diperhatikannya. Cobalah! Cobalah!

Petunjuk praktis lain ialah bilamana anda ingin berurusan dengan seseorang di kantor, di Puskesmas, di Bank misalnya, cobalah lihat pada orang tersebut, APA YG SANGAT DISENANGInya pada dirinya: cincin, jambang, tas, jam tangan, HP, motor, mobil, dsb. Pujilah barang kesayangannya dengan jujur, sesuaikan perasaan kita dengan perasaannya, maka urusan anda akan dibantunya cepat. Tetapi harus jujur memujinya, jangan pura2. Contoh yg diberikan oleh Dale Carnegie, yang sangat membekas pada saya setelah puluhan tahun ialah, suatu saat Carnegie hendak mengirim surat di kantor pos, antrian panjang, pegawai Pos tersebut seorang laki2 tinggi berjambang. Setiap giliran melayani orang, dia nampak lemas, loyo, kurang bersemangat, tetapi tatkala tiba giliran Carnegie, dipujinya jambang tukang pos itu dengan tulus : ‘Saya senang dengan jambang anda, apakah itu alami?”tanya Carnegie. Oooooo langsung paket kiriman Carnegie diambilnya, diposkannya sambil menjawab tersenyum:”Ah biasa”, tetapi bibir pegawai pos itu tersungging.

Yaa begitulah menghadapi banyak orang, bermu’amalat kata Ustaz. Lain cara Ustaz lain cara Carnegie. Kalau oleh Ustaz, bermu’amalatlah sesuai dengan Islam, sedangkan bagi Carnegie bergaullah dengan orang lain tetapi kuasai sedikit sosiologi dan psikologi. Carnegie tidak terbiasa di negerinya dengan istilah ‘Orang Dalam’ dan ‘Uang Pelicin’ tentunya. Itu di negeri Ferdi Sambo dan Gayus Tambunan.

Nasehat Carnegie yang sangat mengesankan bagi saya ialah ‘Be a Good Listener, Encourage Others to Talk about Themselves’ (Menjadilah Pendengar yang Baik. Semangati Orang lain biar Dia terus Bicara Sendiri). Ini betul2 terjadi pada saya. Tatkala saya melaporkan progress disertasi saya pada promotor II (Prof. Sahiron) dia terus saja menatap saya ‘melotot’ sambil duduk di kursi meja kerjanya selaku PR II UIN Sunan Kalijaga Yogya. Teruuus menatap dan melotot sambil mendengarkan saya bicara yang merasa antusias telah mencapai kebenaran sendiri. Ujung2nya setelah saya berhenti bicara, dia hanya senyum sedikit dan mengangguk 1x…saya jadi MALU. MALU. Kenapa? Sebab dia, saya sadari sekarang, Carnegian. Mungkin Guru Besar yang lain juga berbuat demikian pada Promovendusnya…who knows?

Biasanya waktu membimbing S1, kebanyakan dosen pembimbing skripsi belum memberi kesempatan bicara pada mahasiswa S1 bimbingannya, coret sana-coret sini skripsinya, dan kadang2 mahasiswa juga gak mengerti kenapa dicoret? Maka sekarang pada adik2 dosen yunior, terutama di UIN Jambi, marilah kita ikuti nasehat Carnegie: Semangati terus mahasiswa, biarkan dia mengutarakan isi skripsinya..dari ceritanya itulah kita bakal tahu bahwa dia betul2 meneliti atau tidak? Bilamana memang mahasiswanya pintar, meneliti sendiri, skripsinya bagus..puji dan berilah dia ‘hadiah’ dengan tulus hati (mungkin sebuah permen) tetapi cara seperti itu ‘membekas’ dalam hatinya. Dosenlah yang memberi hadiah pada mahasiswanya, bukan mahasiswa disuruh bawa hadiah!

Demikian pula ibuk2 dan adik2 cewek2. Bila berkumpul bersama teman, hindari lomba bicara, hindari adu kuat suara, hindari lomba gosip WA. Coba resep Carnegie ini, biarkan teman kita terus bicara, dengarkan baik2 ocehannya, tatap mukanya, angguk2kan kepala….anda nanti bakal punya banyak teman. YAKINLAH! Sebab teman anda ‘BUTUH’ orang yang mau mendengar ocehannya. Demikian pula di rumah sendiri, bila anak2 berbicara pada kita, dengarkan dengan serius, tatap wajahnya hingga usai bicara, senyum ceria bila perlu dan tepuk bahu atau usap pipi atau pegang dagunya…belaian mesra. Ini yang jarang terjadi pada kita, sebab setiap orang di rumah sibuk pegang HP sendiri2..iyakan?

Terakhir, ini agak serius berpikir sedikit, dalam membaca buku Carnegie ini saya teringat Triadik-Hermeneutik oleh Prof. Amin Abdullah (mantan Rektor UIN Yogya). Triadik artinya 3:, Text, Author dan Reader. Ia bagaikan Tali Berpilin Tiga dalam cara kerja hermeneutis guna menggapai pesan teks. Yang dimaksud dengan teks, bila diperluas dengan filsafat Gadamer, ia bukan saja yang tertulis, tetapi malah mencakup berbagai hal2 yang TAK tertulis: kebiasaan, tata krama, kunci pergaulan, kehidupan bermasyarakat, sifat2 individu. Itu semua adalah teks. Nah, Carnegie sebenarnya membawa kita (Reader) untuk membaca teks2 tak tertulis semacam itu ke dalam pergaulan: ingat jasa baik orang, jangan menyebut jasa kita, hargai prestasi orang, sebut nama orang, puji barang perhiasan dan kesukaannya. Siapa Authornya? Ya kita semua, termasuk nenek moyang kita yang telah mewariskan norma2 susila semacam itu, di atas segalanya tentu ajaran Agama.

Sebagai contoh, dalam kasus kantor Gubernur Jambi, teksnya adalah Perda, Authornya adalah Pemda Tk I dan Readernya adalah sopir2, knek2, dan masyarakat yang protes. Terkait hal ini ingat bijaksananya Socrates? Bila memulai diskusi dengan orang, Socrates mulai dengan topik yang mana kita dan lawan bicara sama2 setuju. Jangan dimulai bicara dengan sikap ‘Penolakan’. Gagal ujung2nya kata Socrates. Apa contohnya? Kita semua butuh makan iya kan? Kita semua butuh bayar cicilan kredit. Iyakan? Tetapi kita juga pingin jalan raya kita lancar kan? Semua pasti menjawab YES, YES….Setuju! Itu Kuncinya kata Socrates, mulailah bicara tetapi ingat ujung jawabannya ‘Yes’. Bagaimana menurut anda Ladies and Gentlemen?

Kenapa mereka protes di Kantor Gubernur? Di situlah makna penting hermeneutik yang perlu diselami dengan menerapkan Triadik Hermeneutiknya Amin Abdullah plus metode Inter-Koneksi: Teksnya sama (Perda) tetapi pemahamannya berbeda antara Author dan Reader. Tanpa metode Inter-Koneksi, teks Perda boleh jadi akan berujung Truth Claim. Tidak ada ketersambungan psikologis. Seandainya telah didapat kesepakatan nanti, telah damai, apa yang bagus untuk dikerjakan? Ajak sama2 main bola kaki! Rekatkan kembali persatuan, dekatkan perasaan. Itu kisah dari negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.

Namun, di tempat lain, ada pejabat (Author) yang kurang disapa oleh bawahannya tatkala dia lengser, sebab selama menjabat barangkali dia lupa membaca teks (aspek sosiologis), sehingga Reader (bawahan) kurang senang (appreciate) pada sepak terjangnya selama menjabat. Memang, Teks itu akan gersang bila dibaca tanpa Inter-Koneksi (sosiologi, psikologi, antropologi, values), sebab text sosial hanyalah rekaman peristiwa masa lalu, belum tentu cocok untuk kondisi yang cepat berobah. Kata orang, Peraturan2 tidak mampu membentuk kepribadian rakyat, sebab ia external enforcement. Berkuasa dengan external enforcement akan meninggalkan legacy yang kurang dikenang. Maka buku Dale Carnegie cocok untuk dibaca, bila dakwah Ustaz mulai lupa. Carnegie menggelitik rasa demi rasa dalam dunia empiric. Saya hanya mencoba menjelaskan kaitan buku Carnegie dengan hermeneutik Amin Abdullah, selanjutnya terserah para Guru Besar yang sudi membaca tulisan sederhana ini.
Sekian dulu pembaca budiman. Mohon maaf bila salah ucap. Kritik dan saran anda ditunggu dan akan sangat saya hargai. Wassalam. Izin pamit dan terimakasih banyak. Amhar Rasyid, Jambi.

*Silakan Share