AGAMA ISLAM DAN SARANG LEBAH


Oleh: Amhar Rasyid
Jambi, 11 Oktober 2024

Assalamu’alaikum wr, wb, Bpk2/Ibuk2/ Adik2ku/Anak2ku/Mhsw2ku dan segenap pembaca setia baik Muslim maupun non-Muslim di mana saja berada. Judul di atas adalah kiasan untuk memudahkan pembaca awam memahami agama Islam. Agama Islam dikiaskan dengan Sarang Lebah, ada madu di bagian paling dalam, ada Ratu Lebah, ada jutaan lebah2 bergelantungan sehingga ia nampak sebagai satu kesatuan sarang lebah. Gunanya agar pembaca Muslim semakin mengerti ajaran agama, semakin toleran, semakin lapang dada dan semakin berwawasan luas dalam memahami seluk beluk agama yang dianutnya.

Lebah yang tergantung di atas pohon, atau di sudut atas dinding rumah mungkin tidak asing bagi kebanyakan orang yang tinggal bukan di perkotaan. Kawanan lebah disebut dalam Surah ke 16 al-Qur’an dengan nama Surah an-Nahl. Dinamakan Surah an-Nahl (lebah) sebab pada ayat 68 tertulis Allah berwahyu kepada lebah ‘Wa awha Rabbuka ilan Nahli’.

Diulangi lagi, kawanan lebah yang tergantung itu sebenarnya terdiri dari banyak lapisan. Lapisan paling terdalam terdapat madu, yang kental, manis, meleleh, ORISINIL. Di dalam madu yang kental tersebut ada semacam kotak2 lobang kecil2, dan di situ ada Ratu Lebah. Pada lapisan2nya semakin keluar banyak bergelantungan lebah2, ribuan jumlahnya, mereka semua berkelompok, bergantung bersama, menjaga Ibu Ratu dan sekaligus menjaga madu. Ada lebah yang pergi sebentar, mencari makan, terbang mengisap sari bunga2, kemudian dengan setia kembali lagi ke sarangnya, berkumpul, bergantung lagi bersama. Bila Ibu Ratu pindah ke tempat lain, semua lebah2 yang bergelantungan tersebut setia mengikutinya. Bila ada yang mengganggu mereka ramai2 melawan. Komunitas lebah itu mirip kehidupan beragama kaum Muslimin.

Nah bagaimana dengan kehidupan kita beragama? Di mana persamaannya? Dalam agama Islam kita mengenal Iman/aqidah, ibadah, mu’amalah. Iman adalah keyakinan kita kepada Zat Allah Yang Maha Kuasa bahwa Dia Esa (Tak Ada Duanya). Kita mengenal Rukun Iman ada 6. Demikian pula Ibadah terdiri dari Solat, Puasa, Berzakat, Menunaikan Ibadah Haji, semuanya (Iman dan Ibadah) kita umpamakan dengan Madu Lebah. Ia jauh tersembunyi di dalam kerumunan kawanan lebah. Semakin keluar dari lapisan madu (selain aqidah dan Ibadah) terdapat bidang mu’amalah (keseharian): ini mengatur jual beli, pinjam meminjam, gadai menggadai, nikah, cerai, koperasi, perang, teknologi, tambang, informasi dan pemerintahan (politik). Bila madu yang kental itu kita umpamakan Wahyu Allah yang diturunkan dari langit, maka Nabi Muhammad saw adalah Ratu Lebahnya yang hanya 1. Sementara lebah yang ribuan jumlahnya kita umpamakan dengan gabungan para khalifah, para Imam2 Mazhab, Imam2 Syi’ah, milyaran ulama, ustaz, ustazah, kiyai, buya di seluruh dunia, dan milyaran umat dari desa sampai kota termasuk anda dan saya. Itu sekedar perumpamaan, mudah2an anda setuju.

Bila ada madu dan Ratu Lebah yang hanya satu, mengapa penafsiran ajaran Islam tidak satu? Ini jawabannya. Semua kawanan lebah yang jumlahnya milyaran tersebut, mereka setia semuanya pada kelompoknya, menjaga madu dan menjaga Ratu Lebah. Tetapi perut mereka kan kosong, maka ia terpaksa terbang kesana kemari mencari makan, mencari sari bunga. Hasil yang diperoleh berbeda-beda. Ada lebah yang mendapat sari bunga di taman2 sekeliling rumah, di pohon2, tetapi mungkin juga ada yang jauh di hutan. Perbedaan asal sari bunga yang dihisap tentu akan menghasilkan cita rasa yang berbeda pula namun tetap disumbangkan untuk madu yang terletak jauh di dalam sarangnya. Jadi, perbedaan pemahaman Sunni dan Syi’ah, NU dan Muhammadiyah dan ormas keislaman lainnya, Mazhab Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah, Tariqat Naqsabandiyah, semuanya kita umpamakan dengan milyaran lebah yang mempertebal gantungan kawanan lebah. Semuanya setia kepada Kitabullah dan Hadis Nabi. Semua mengaku mengikutinya. Semua mengatakan aku Muslim, kami orang Islam, KITA BERSAUDARA. Al-Muslimuna ikhwah. Begitulah kawanan lebah mirip dengan sosiologi beragama. Bisa dipahami?

Selanjutnya apa pelajaran yang bisa dipetik di sini pak Amhar? Ini yang jauh lebih penting.

  1. Perkecil perbedaan praktek tata cara ibadah sesama kita, perkecil perbedaan pemahaman keagamaan, perkecil rasa unggul mengungguli sesama kita, sebab kita sama2 menjaga madu dan Ratu Lebah yang jauh di dalam. Sebab perbedaan pemahaman, sebagaimana dikatakan di atas, timbul karena ‘lebah mengisap sari bunga’ dari tempat yang berbeda2, maka cita rasanya juga berbeda2. Perbedaan pemahaman sesama kita muncul karena kita mengikuti pendapat ulama yang membaca kitab yang berbeda2. Walaupun sama2 hidup dalam satu sarang mirip lebah, ada dua cara bagi ulama untuk mendapatkan ‘madu’.

Ada ulama yang menerima kiriman dari ulama terdahulu, mirip lebah di bagian luar yang menerima kiriman dari lebah2 yang paling dekat dengan madu di dalam: mirip sistem berantai. Lebah2 yang di lapisan luar sangat percaya dengan kiriman rasa madu dari lebah2 yang bagian dalam. Rasa madu yang dikirim diyakini sama dengan rasa madu yang di dalam, maka eloklah, katanya, diterima saja kiriman tersebut. Rasa madu semacam itulah yang dibagi-bagikan kepada teman2nya sesama lebah, mereka semua hidup gembira, happy. Inilah perumpamaan yang dilakukan oleh ulama2 NU. Maka sekarang banyak umat Islam di Indonesia dan di luar negeri yang mengikutinya, mungkin termasuk anda sendiri. Contohnya, diajarkan oleh ulama NU bahwa Nabi Muhammad saw adalah kekasih Allah, sangat besar jasa2nya, maka wajarlah kini kita peringati hari lahirnya (Mawlid Nabi), walaupun pada Madu yang terletak di bagian dalam, asalnya, tidak ada kandungan ajaran Mawlid Nabi semacam itu.

Di segi lain, ada pula ulama2, mirip lebah, yang gigih berusaha menyelinap masuk ke bagian dalam sarang lebah agar sampai ke dekat madu, se dekat mungkin, sehingga diharapkan akan memperoleh rasa madu murni. Mereka ingin melihat kehidupan Ratu Lebah dekat2 dengan madu ‘murni’ yang kental di bagian terdalam. Sebab diyakini si Ratu Lebah itu sendiri yang persis tahu rasa madu murni, maka eloklah menyelinap masuk jauh ke dalam sarang lebah. Inilah yang diinginkan oleh ulama2 Muhammadiyah dan madu murni itu kemudian dibagi-bagikannya pada teman2nya pula, sehingga jutaan jumlah warga Muhammadiyah di Indonesia dan di luar negeri menganut ajaran Muhammadiyah. Contoh prakteknya, ketika alm. Buya Syafi’i Ma’arif meninggal di Yogya, disarankan agar tidak ada seorangpun mengirim karangan bunga, maka tidak nampak di TV kiriman bunga Presiden Jokowi atau Megawati atau Prabowo, sebab Nabi tidak memberi contoh seperti itu. Itu perumpamaan mencari Madu Asli yang paling orisinil di bagian terdalam kawanan lebah. Demikian pula Muhammadiyah tidak memperingati Maulud Nabi (Happy Birthday Nabi), sebab memang Ibu-Bapanya waktu hidup tidak mengadakannya dan juga para Sahabat setelah Nabi wafat juga tidak memperingatinya. Itulah dua contoh mencari Madu yang terletak di bagian paling dalam. Selebihnya anda tahu sendiri…..biarlah saya tersenyum saja.

Lantas posisi anda dan saya dimana sekarang? Mau madu kiriman Online atau madu yang diambil langsung dari sarang? Terserah anda..pilih yang mana. Kita hidup bersama mirip kawanan lebah yang bergantung di pohon. Maka keberadaan Kemenag, UIN, MUI, semuanya diharapkan untuk mengurusi kesejahteraan, pendidikan dan kedamaian untuk semua lebah2 yang milyaran pada bergelantungan semacam itu. Harapan kita bersama, setiap ‘lebah’ hidup sejahtera, merdeka berpikir dan tidak gaduh. Tetapi ingat hanya lebah ‘cerdas’lah yang gesit dalam berusaha, terus belajar, dengarkan diskusi2 keislaman, baca buku2 pengetahuan keislaman, baca buku2 filsafat agar berpikir kritis, sebab ‘lebah manusia cendekia’ (hayawanun nathiq) tentu juga ingin tahu bagaimana beda cita rasa sesungguhnya antara madu Online/kemasan dan madu yang baru turun ‘fresh’ dari pohon. Tetapi siapa yang berani coba? Memang beranjak/hijrah dari kebiasaan lama kepada yang baru itu sulit. Demikian pula pindah/hijrah sekarang dari pembelian Pertalite kepada Pertamax juga sulit kendati harga Pertamax sudah diturunkan Pemerintah dan setara dengan harga Pertalite eceran/ketengan yang dijual di pinggir jalan. Memang susah merobah kebiasaan lama..c’est la seconde nature kata orang Perancis.

  1. Utamakan hasil kerja. Yang perlu dipikirkan ialah bagaimana bisa bekerja sama, meniru lebah, aku harus berbuat apa dan kamu harus berbuat apa sesuai dengan kemampuan masing2, ayok kita sama2 bergandengan tangan. Bukan menyebut kelemahan orang lain yang diperlukan, tetapi kehebatan orang lain digabungkan dengan kehebatan kita demi kesejahteraan hidup Bersama (kolaborasi). Sebab hidup beragama itu bukan perlombaan, mencari siapa yang menang, tetapi ‘wa ta’awanu ‘alal birri’ (bertolong-tolongan pada kebaikan). Agama untuk kehidupan nyata.
  2. Bila ada kawanan hewan/lebah lain yang juga berkumpul bersama, biarkanlah mereka hidup dengan komunitasnya pula. Biarkanlah umat agama lain hidup beribadah sesuai dengan ajaran agama mereka pula. Hidup damai. Lakum dinukum w aliya din (Bagimu agamamu dan bagiku agamaku). Di sana lebah, di sini lebah, di tengah2 kota Jambi. Di sana ramah, di sini ramah, Presidennya ganti berganti.
  3. Dari hati yang paling dalam, saya berterimakasih pada anda semua yang telah sudi membaca tulisan saya setiap Jum’at, sebab tulisan saya tersebut adalah bagaikan ‘lampu sorot’ untuk menerangi kehidupan lebah2 dan hewan2 lain yang bergelantungan. Kata orang bijak: Islam itu artinya Selamat/damai, yang sering tidak damai (rebutan) itu adalah ‘lebah2 yang bergelantungan’ yang merasa terganggu. Maka setelah dipikir dalam2, penyebab adanya fenomena madu orisinil dan madu Online, bukan karena salah Nabi mengatakan tetapi mungkin salah kita menafsirkan. Bukan pula karena salah Nabi mengajarkan tetapi mungkin salah kita memahami ajarannya. Maka sekarang, akan lebih bijak, bukan main salah2an tetapi mari kita tunjukkan bukti kerja bersama demi keutuhan sarang lebah.

Demikianlah tulisan saya Jum’at ini, terimakasih. Mohon maaf bila ada kata2 yang salah. Pamit. Wassalam.

*Silakan Share