Oleh: Amhar Rasyid
Jambi, 17 Januari 2025
Assalamua’alaikum wr,wb
Innaa lillahi wa inna ilaihi roji’un. Saya baru saja ‘pulang dari Amerika’ menghadiri pra-pemakaman (maaf ‘pulang dari Amerika’ via You Tube saja di Telanai, Jambi). Telah wafat Presiden Amerika Serikat ke 39 Jimmy Carter, yang beruntung panjang umur 100 tahun (lahir 1-10-1924 wafat 29-12-2024), dikabarkan meninggal karena menderita sakit melanoma metastasis dan pernah sebelumnya kanker, dia meninggalkan 11 cucu dan 14 cicit (hanya 1 yang meninggal). Disebut ‘pra’ (sebelum) pemakaman karena saya tidak melihat jenazahnya dimasukkan ke liang lahat. Rupanya tradisi pra-pemakaman di sana berbeda dengan tradisi kita, menarik juga untuk kita simak meskipun beda agama. Bagaimana respon orang Amerika atas mantan presiden mereka (J. Carter) dan apa yang disebut2 mereka dalam acara, di tengah para pelayat, serta apa isi pertanyaan wartawan mengorek kenangan masa tuanya menjelang wafat? Apa pelajaran yang bisa dipetik? Inilah beberapa hal yang akan menarik bila sempat anda baca, baik bagi anak muda maupun lansia. Sebagaimana biasa tulisan saya, tidak normative, tetapi menggunakan pendekatan religious-filosofis.
Pertama, acara pra-pemakaman diadakan secara kenegaraan di dalam Gedung Capitol (Gedung Negara), ruangan bundar, bagian dalam dekat pintu masuk gedung tersebut, di kota Washington. Nampak hadir juga para mantan Presiden Bill Clinton, G. Bush, Obama yang pernah dulu sekolah di Jakarta, Joe Biden, dan presiden mendatang Donald Trump beserta beberapa petinggi negara, keluarga dekat, anak2, cucu2 dan banyak tamu penting lainnya. Saya heran kenapa peti hitam yang saya kira peti jenazah, terlihat diusung oleh beberapa orang masuk ke dalam Gedung Capitol, lama ditaruh, dibiarkan tergeletak di tengah bundaran dalam Gedung Capitol tersebut. Rupanya beberapa saat kemudian datanglah beberapa orang lagi mengusung peti kedua dari bagian belakang ruangan Gedung yang ditutupi dengan bendera Amerika. O rupanya peti hitam pertama hanya sebagai alas saja. Usai acara di Capitol, jenazah diterbangkan kembali ke Georgia (kampung halamannya) untuk acara keluarga dan penguburan. Apa isi acara keluarga dan bagaimana penguburannya tak sempat saya menyaksikannya.
Hanya ada terlihat 3 karangan bunga di sekeliling peti mayat, masing2 dihadapkan kepada 3 pasangan pelayat yang berdiri akan memberikan penghormatan terakhir: Jadi hanya ada 6 orang yang diberi kesempatan pertama bergiliran menghadap 3 karangan bunga, dipimpin oleh seorang protocol untuk tata cara menghadap dan mendekati peti jenazah serta cara memberi hormat. Siapa2 nama 6 pelayat tersebut dan apa jabatan mereka tak jelas bagi saya karena tidak disebutkan oleh protokol. Yang terlihat tiap karangan bunga diberi kaki dan diseret mundur, bukan didorong, melangkah pelan2 mundur mendekati peti jenazah oleh 3 staf yang berbeda, saling bergantian, di antaranya seorang prajurit dari Angkatan Laut (marinir). Semua pelayat dalam Gedung Capitol berpakaian rapi, pakai jas, dasi, dan yang wanita tidak ada yang berkerudung, tidak berkaca mata hitam, anehnya tidak ada yang menangis, putrinya Amy Carter juga nampak hadir. Penghormatan kepada jenazah diiringi tembakan di luar gedung, dan cara memberi hormat bagi militer tangan di dahi, sementara bagi sipil tangan di dada. Waktu meninggalkan ruangan, para pelayat keluar antri beriringan, pelan2, teratur, tidak berdesakan, dan beberapa orang terlihat menyentuh peti jenazah dengan tangan buat terakhir kali mengisyaratkan Good Bye.
Kedua, isi pidato dari 3 pembicara disampaikan secara bergiliran, pendek, singkat, padat. Disebutkan mula2 bahwa karir Carter sebagai Petani Kacang (peanut). Lalu tertarik masuk menjadi prajurit Angkatan Laut, berkenalan dan menaruh hati sejak lama pada gadis anak tetangganya bernama Rosalynn, kemudian Carter menjadi Senator Negara Bagian Georgia dan menjadi Gubernur Georgia dan akhirnya menjadi Presiden Amerika. Mirip2 kisah hidup Jokowi yang bermula sebagai pedagang furniture. Diceritakan pula jasa Carter pada Penanda Tanganan Perdamaian di Camp David antara Presiden Anwar Sadat (Mesir) dan Menachem Begin (Israel), Carter sebagai penerima Hadiah Nobel, menaruh perhatian pada Climate Change (Perobahan Iklim dunia), pejuang Human Rights (Hak2 Azasi Manusia), imunisasi anak usia dini, dan advokasi kesehatan mental. Dibacakan juga sifat2 pribadinya: teguh pendirian, sabar, berwawasan luas dan berdedikasi global (bukan hanya untuk Amerika saja), tetapi untuk masyarakat dunia umumnya demi Hari Ini dan Hari Esok. Jasa Carter di Indonesia, kata media massa, pernah datang sebagai pemantau Pemilu dan rekonstruksi usai Tsunami Aceh. Yang terlihat oleh saya dalam penyebutan jasa2 Carter semacam itu adalah menceritakan ulang kisah hidup seorang mantan Presiden sejauh akan berguna bagi generasi sekarang dan generasi ke depan. Ini namanya dalam filsafat disebut pendekatan eksistensial. Bukan sekedar pidato basa basi, bukan pidato yang menghabiskan waktu untuk menyebut hirarki/jabatan para pelayat, yth…yth…yth… tetapi yang berpidato sudah memiliki ancang2 ke arah mana pidatonya akan dibelokkan nanti.
Ketiga, Wawancara Jimmy Carter dan Isterinya Rosalynn dengan wartawan setelah lengser. Perlu diketahui isterinya telah tutup usia lebih dulu pada tahun 2023, setelah menderita demensia. Dan juga perlu diketahui bahwa rumah pensiun Carter nampak sederhana, kursi sofa usang, dinding rumah tidak mewah. Ditanyakan oleh wartawan beberapa hal pada mereka berdua. Apa yang dilakukan pasca menjabat Presiden? Dijawabnya, menyibukkan diri di hari tua. Mendirikan Carter Center, mencari dana dari pada donatur, mendirikan perpustakaan. Membangun rumah2 sederhana untuk orang tak mampu, memberikan bantuan kepada yang sakit, bantuan untuk anak2 kelaparan di Afrika. Aktif mengisi ‘pengajian’ di gereja dekat rumahnya setiap pagi Minggu, dan sosok Carter memang dinilai sebagai Presiden Amerika yang tergolong rajin ke gereja. Ini aktifitas yang patut dipikirkan oleh para lansia. Tetapi Mantan Presiden Nixon waktu ditanya wartawan tentang Carter, dia jawab: Carter memang teguh pendirian, tegas, penuh dedikasi, tetapi (unfortunately): TAK EFFEKTIF. Kenapa tak efektif? Tidak dijelaskan.
Lebih lanjut, ditanya oleh wartawan pada Rosalynn kebiasaan harian Carter, mengapa mereka bisa awet berumah tangga selama 77 tahun? Dijawab oleh Rosalynn: Carter selalu cium isteri sebelum tidur. Masing2 suami-isteri memberikan peluang untuk mengerjakan yang terbaik menurutnya. Tetapi Carter keras kepala terhadap arahan protokoler kepresidenan, abai terhadap security, suka menjinjing koper sendiri, saya ingat alm. Minhaji (mantan Rektor UIN Yogya) suka gotong sendiri tas2nya ke mobil, tak mau dibantu. Carter berenang 3x sehari. Selain itu, karena ia bukan pendeta, isi kajiannya di setiap pagi Minggu, terkait hidup bijak bagi jama’at gereja, berdasarkan pengalaman politiknya di tingkat global. Dari pembacaan Bibelnya saya dengar ada kutipan dari Injil Markus: Cintailah tetanggamu, ‘bencilah’ pada musuhmu. Lalu Carter merobahnya menjadi ‘Sayangilah’ musuhmu. Jadi, ayat Injil dirobah (penafsirannya). Saya dengar juga isi ceramahnya tentang Eros. Apa itu Eros? Carter bertanya pada jamaat gereja. Jemaat pada ketawa. Ooo rupanya dia agak berbicara sex (dewa Yunani)…lalu saya teringat orang Indonesia sering menyebut nama Mbah Erot di pantai selatan Jawa Barat. Hebat, rupanya istilah Mbah Erot punya afiliasi semantic dengan dewa Yunani, pelanggannya banyak tak tahu, mungkin terlena karena telah ‘dibesarkan’, ‘di GD in’ kata orang Jawa.
Ditanyakan juga tentang efek berkuasanya Khomeini di Iran tahun 1979. Umumnya warga Amerika kecewa pada Carter karena banyaknya warga Amerika yang disandera oleh regime Khomeini waktu itu. Debat capres Ronald Reagan dan Carter salah satunya mengangkat issue penyanderaan warga Amerika tersebut, sehingga Carter terpojok dan kalah. Artinya, orang politik kadang2 harus menghadapi tantangan roda sejarah yang tak terelakkan, harus diterima pasrah, lalu lawan politik memanfaatkannya. Saya teringat waktu debat capres dan cawapres antara pasangan Jokowi-Kalla vs Prabowo- Sandiaga Uno. Yusuf Kalla bertanya dengan cerdas yang tujuannya ‘memojokkan’ Prabowo terkait pelanggaran HAM: akibatnya memang Prabowo kalah suara. Debat capres 2024 nampaknya Mahfud MD tak mengangkat issu tersebut pada Prabowo (mungkin lupa atau dilupakan Tuhan?). Selain issu HAM, sejarawan peneliti Inggeris Peter Carey (dari Kolese Trinity, Oxford) telah menyebutkan dalam bukunya adanya andil kakek Prabowo, dari jalur ibunya di Sulawesi Utara, sengaja didatangkan bersama tentaranya untuk membantu Belanda menangkap Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa. Ada dosa sejarah. Silahkan baca buku Peter Carey berjudul Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (Jakarta: Kompas, 2023).
Keempat, apa yang nampak berbeda dengan tradisi kita dari nonton acara pra-penguburan Jimmy Carter ini? Di sana, tidak ada nampak bagi2 amplop untuk setiap pelayat, tidak ada yang menangisi mayat, tidak ada mengingatkan hutang si mayat semasa hidup. Tidak ada KOTAK SEDEKAH KEMATIAN. Yang pasti tidak ada acara tahlilan kematian karena dia bukan warga NU. Tidak ada karangan bunga berjejer banyak sepanjang jalan. Mungkin orang Amerika berpikiran akan lebih baik diberikan uangnya untuk orang yang tak makan dari pada mubazir membeli karangan bunga. Sebab yang akan bangga hanyalah si pemesan karangan bunga, agar dilihat, dibaca oleh orang lain di dunia, bukan dilihat oleh si mayat dari dalam kubur: basa basi duniawi. Pada pemakaman Buya Syafi’i Ma’arif juga dianjurkan pada siapapun tidak mengirimkan karangan bunga. Begitulah cerita anak manusia yang telah meninggalkan dunia, berdasarkan ‘lawatan saya ke Amerika’ lewat dunia maya.
Kesimpulan. Pepatah mengatakan ‘Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading’. Carter meninggalkan banyak jasa pada negara Amerika dan dunia internasional. Anak desa, anak petani, orang susah, banyak yang sukses dikemudian hari, misalnya Jokowi dan arek Madura Mahfud MD, yang penting mau meninggalkan kampung, berjuang dan berdedikasi untuk kepentingan orang banyak, umumnya berkiprah di dalam partai politik, bukan sibuk untuk kepentingan (perut) sendiri (Ini penting dipahami bagi anak2 muda yang bercita2 tinggi). Nama besar didapat setelah wafat adalah hasil berkiprah dan meninggalkan jasa besar bagi orang banyak. Jasa besar itu dikenang terutama oleh orang2 yg sezaman dengan almarhum, tetapi kemudian berangsur pudar.
Lain halnya jasa para Nabi, tokoh pendiri agama. Nama2 Nabi dan tokoh2 pendiri agama dibesarkan oleh institusi dan jemaat yang mengikuti isi kitab suci mereka. Carter tidak punya kitab suci, maka lestari namanya hanya dalam lembaran kitab sejarah. Tradisi belasungkawa kita (Muslim) memang berbeda dengan tradisi Kristen. Muslim Muhammadiyah ingin setiap jenazah cepat2 dikebumikan, kadang2 tak sempat menunggu hadir anak kandungnya yang masih di luar negeri, air mata anaknya berderai di seberang laut karena tak sempat melihat jasad orang tuanya buat terakhir kalinya, tidak ada tahlilan kematian, tidak ada karangan bunga berjejer sepanjang jalan. Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, kata pepatah juga. Yang berlainan itu adalah tradisinya, cara berpikirnya, keyakinannya, tetapi roh tetap semua kembali kepada Pencipta roh. Innaa lillahi wa innaa ilaihi roji’un (Kita semua milik Allah dan semua akan kembali kepada Allah).
Hikmah (Significance of Issue). Waktu kuliah di McGill, Canada saya pernah bertanya pada teman kuliah saya Fuad Jabali, apa sih maksud Prof. Donald Little dengan Siginificance of Issue? Penting sekali ditulis di setiap akhir artikel (mata kuliah Sejarah) bagi Prof. Little. Rupanya Significance of Issue itu = Hikmah yang bisa diambil, ia berbeda dari Kesimpulan artikel. Nah apa Significance of Issue dari tulisan sekarang? Umur Carter sempat panjang mencapai 100 tahun, kenapa? Terlepas dari ketentuan Tuhan (ajal), tetapi pengalaman menunjukkan bahwa orang2 yang sering membaca (buku, kitab suci, dll) dihari tua, berpikiran cerah, olah raga, tidak tertekan perasaan, ternyata mayoritas hidup lama. Bukti selain Carter, filosuf Gadamer tutup usia 102 th. Ratu Elizabeth tutup usia 96 th, Kaisar Jepang Hirohito 88 th. Tetapi mengapa mayoritas orang2 yang tertekan perasaan (menderita batin) terbukti cepat mati? Buktinya, Syah Iran mati cepat di Mesir setelah lari ketakutan dikejar tentera Khomeini, dan saya sempat duduk termenung dekat kuburannya di Mesir. Idi Amin (Presiden diktator Uganda) lari ketakutan dan mati cepat di Jeddah. Ferdinand Marcos (Presiden Filipina), dituduh korupsi, digulingkan Aquino, melarikan diri ke Honolulu, Hawaii dan mati cepat di sana. Napoleon Bonaparte (51 th) pemimpin Perancis terkenal, ditangkap tentera Inggeris, lalu diasingkan dan mati cepat di pulau Helena. Soekarno tidak lama mati pula setelah diasingkan oleh Soeharto yang, katanya, dapat Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Saya pernah baca majalah, sedih isinya, dimana Megawati kecil dikirimi biscuit kaleng oleh seseorang, dan di lapisan bawah biscuit diselipkan duit untuk belanja harian Soekarno, agar lolos tidak diperiksa petugas jaga. Sutan Batugana (politisi Partai Demokrat SBY), dipenjarakan oleh KPK dan akhirnya cepat mati, demikian pula nasib mantan Gub. Papua Lukas Enembe. Bahkan ada pula tetangga saya malu super malu pada orang kampung karena 2 puterinya diketahui hamil di luar nikah, dan kedua orang tuanya cepat pula mati. Semua mereka berumur pendek nampaknya setelah ‘tertekan perasaan’. Tertekan perasaan membuat makan tak enak, tidur tak nyenyak. Anda, terutama lansia dan pensiunan PNS, janganlah mengikuti jejak mereka pula! Memang kita semua punya ‘persoalan hidup’, tetapi jangan sampai ‘persoalan hidup’ mengakhiri hidup!
Sekian dulu pembaca tulisan saya yang setia, yang muda dan lansia. Terimakasih telah membaca. Mohon maaf bila ada kata2 yang salah. Pamit, Wassalam, Amhar Rasyid.