Pemaknaan Asli dan Murni dari Islam: Mencari Purifikasi dalam Teks dan Budaya

Oleh: Agus setiyono
(Sek. PW Muhammadiyah Jambi)

Islam, sebagai agama global dengan pengikut yang tersebar luas di seluruh dunia, telah mengalami berbagai interpretasi dan pemaknaan sepanjang sejarahnya. Namun, di tengah kompleksitas ini, pertanyaan mendasar muncul: Apa yang menjadi pemaknaan asli dan murni dari Islam?

Pemaknaan asli dari Islam sering kali diidentifikasi sebagai pemahaman yang mengacu secara langsung pada teks-teks suci Islam, terutama Al-Quran dan Hadist. Ini melibatkan interpretasi yang berpegang teguh pada kata-kata dan ajaran yang terdapat dalam sumber-sumber utama Islam, dengan sedikit ruang untuk interpretasi pribadi atau inovasi. Pemaknaan ini sering dilihat sebagai upaya untuk memahami ajaran Islam sesuai dengan konteks sejarah dan lingkungan saat itu.

Di sisi lain, pemaknaan murni dari Islam mencakup pemahaman yang tidak hanya memperhitungkan teks-teks suci, tetapi juga konteks budaya, sosial, dan sejarah yang memengaruhi pengembangan agama tersebut. Ini melibatkan pengakuan bahwa Islam telah mengalami evolusi dan adaptasi sepanjang waktu, dan bahwa pemahaman yang murni tidak bisa terlepas dari konteksnya. Pemaknaan murni juga memperhitungkan nilai-nilai universal Islam seperti keadilan, belas kasihan, dan kesetaraan, serta bagaimana nilai-nilai ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks budaya dan sosial.

Purifikasi dalam konteks pemahaman Islam sering kali diartikan sebagai upaya untuk membersihkan ajaran agama dari elemen-elemen yang dianggap tidak murni atau tidak sesuai dengan interpretasi yang ketat terhadap teks-teks suci. Ini bisa mencakup penghilangan praktik-praktik yang dianggap bid’ah (inovasi agama), atau penekanan pada pemahaman yang ketat dan literal terhadap ajaran Islam.

Namun, masalah timbul ketika upaya purifikasi ini dianggap identik dengan tekstualisasi yang kaku dan penghilangan budaya lokal. Tekstualisasi mengacu pada pendekatan yang menekankan interpretasi yang ketat terhadap teks-teks suci tanpa memperhitungkan konteks budaya dan sejarah yang lebih luas. Ini dapat menghasilkan pemahaman yang sempit dan eksklusif tentang Islam, yang tidak memperhitungkan keragaman pengalaman manusia dan budaya yang ditemui.

Di sisi lain, dinamisasi dalam pemahaman Islam mengakui bahwa ajaran agama harus terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Ini mencakup pengakuan bahwa budaya dan masyarakat berubah seiring waktu, dan bahwa pemahaman terhadap ajaran Islam harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan ini tanpa mengorbankan nilai-nilai fundamental agama.

Dinamisasi tidak bermaksud mengubah ajaran Islam secara fundamental, tetapi lebih kepada interpretasi yang responsif terhadap konteks budaya dan sosial yang berubah. Ini memungkinkan Islam untuk tetap relevan dan bermakna dalam kehidupan sehari-hari orang-orang Muslim di berbagai belahan dunia.

Pemaknaan asli dan murni dari Islam mencerminkan kompleksitas warisan agama yang kaya dan pluralitas pengalaman manusia. Sementara purifikasi, tekstualisasi, dan dinamisasi semuanya mencoba mengatasi masalah interpretasi dalam Islam, penting untuk memahami bahwa pendekatan yang sempit atau eksklusif mungkin tidak mencerminkan kekayaan dan keragaman tradisi Islam yang sebenarnya. Dengan mempertimbangkan teks suci, konteks budaya, dan nilai-nilai universal Islam, kita dapat membangun pemahaman yang inklusif dan bermakna tentang agama yang penuh dengan makna bagi jutaan pengikutnya di seluruh dunia.
Wallahu a’lam bishawab

*Silakan Share