Perencanaan dan Silpa APBD Provinsi Jambi

EcoReview – Penghujung tahun 2022, APBD 2022 baik murni dan perubahan akan tutup buku. Namun, berbagai program masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Soal belanja tahun 2022 jika tak terserap akan mengulang cerita tahun lalu di 2021.

Tahun lalu, sungguh dahsyat hampir setengah dari rata – rata APBD Kabupaten Kota dalam Provinsi Jambi. Silpa pada APBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran (TA) 2021 sebesar Rp727 miliar mengundang perhatian luas publik.

Pasalnya besarnya Silpa APBD pada tahun 2021, yang mencapai Rp727 miliar menjadi anomali jika dihubungkan dengan upaya percepatan pembangunan di RPJMD tahun 2021.

Bagaimana mungkin pemprov dengan segala perangkatnya terlihat kesulitan menghabiskan anggaran, padahal Jambi sangat membutuhkan anggaran untuk pembangunan. Namun, ketika anggaran tersebut tersedia, Pemprov kesulitan membelanjakannya. Ada apa ? Tulisan ini mencoba menjawabnya.

Akar masalah dari Silpa Jumbo Pemprov di 2021 adalah lemahnya kualitas perencanaan. Saat penyusunan platform anggaran 2021 di ujung 2020 penetapan besaran pendapatan terkesan asal – asalan, tanpa analisa potensi yang memadai dan berani.

Disebut kurang memadai, karena pemrov seolah tidak melakukan kajian potensi secara terukur dalam satu studi yang komprehensif, lalu, pemprov terkesan tak berani mencatatkan target secara tinggi berdasarkan potensi yang objektif. Dalam hal ini pemerintah masih terjebak permainan citra, menetapkan target pendapatan lebih rendah, agar mudah di capai dan dinilai sukses meningkatkan pendapatan lalu mendapatkan bonus.

Indikasi ini cukup kuat, buktinya bisa dilihat dari pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2021 yaitu Pendapatan Pemerintah provinsi Jambi terealisasi sebesar Rp. 4,73 triliun atau sebesar 107.36 persen, lebih dari 100 persen. Sekilas hebat, namun dalam kasus ini, capaian ini tak sepenuhnya prestasi, justru memperlihatkan kualitas perencanaan yang buruk.

Hal itu baru dari sisi pendapatan, dari sisi belanja yang dianggarkan sebesar 4.80 triliun, hanya terealisasi 4.39 Triliun atau hanya 91,33 persen. Artinya apa ? Tak lain tak bukan masalah kinerja dari Pemrov yang lemah. Bukti kelemahan ini terdapat silpa sebesar Rp. 727 miliar.

Tentu saja akibat dari SILPA ini pelaksanaan program dan pembangunan dalam RPJMD tidak berjalan dengan baik, menjadi Raport merah bagi Pemerintah Provinsi Jambi, di saat kita mengembalikan geliat ekonomi Jambi dan masyarakat sangat membutuhkan peran pemerintah dalam mengatasi dampak Covid-19. Ternyata Silpa makin tinggi.

Lalu siapa yang salah, tentu kita tak ingin mencari siapa yang salah, hanya saja saat penetapan APBD 2021 lalu, Provinsi Jambi dipimpin PJS Gubernur. Dalam hal ini Semestinya, Sekretaris Daerah Selaku Ketua TAPD Provinsi bisa mengantisipasi pembengkakan Silpa ini.

Semestinya Sekda mengkedepankan fungsi adminitrasi termasuk perencanaan yang digerakkan sekretariat daerah. Karena Fungsi Sekretariat daerah adalah dapur pusat penyelenggaraan tata kelola pemerintahan daerah, yang menggerakan kebijakan kepala daerah. Sayang waktu itu fungsi ini tidak optimal dilakukan oleh sekretaris daerah.

Lalu, ada juga kelemahan dari Gubernur terpilih dalam hal Silpa 2021 ini, karena sejak dilantik 7 Juli 2022, Gubernur semestinya bisa memanen arus pemasukan pada kas daerah, dengan cara mendistribusikannya pada bos belanja dalam APBD P tahun 2021. Tapi ini juga tak optimal dilakukan.

Buktinya, pada KUA PPAS-P yang disepakati pada tanggal 18 September 2021 lalu, target pendapatan daerah hanya bertambah sejumlah 23,679 milyar rupiah atau naik sebesar 0,55 persen dari target pendapatan pada APBD murni tahun 2021 yang ditetapkan sejumlah 4,294 triliun rupiah menjadi 4,318 triliun rupiah pada Perubahan APBD tahun 2021. Padahal jika sedikit cermat dan berani banyak pos yang bisa didanai dari over load pendapatan dalam tahun berjalan.

Ke depan pengelolaan anggaran harus menjadi kinerja yang utama, hal ini harus di bangun oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi. Apa gunanya penerimaan pendapatan daerah meningkat, jika menjadi SILPA.

Karena sisi belanja pemerintah bisa mendorong perekonomian masyarakat, dan dampak ini masih kecil, hanya 12,5 persen, bahkan menurun, dibandingkan tahun 2020 yaitu 17 persen.

Persoalan ini merupakan Pekerjaan Rumah (PR) bagi Gubernur Jambi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Provinsi Jambi melalui belanja APBD. Jika tidak, Jambi mantap akan makin lari dari cita – cita awalnya.

  • Pengamat
*Silakan Share