Selamat Bermuhasabah TNI ke 77 Kali

Oleh : Muhammad Sukardi – Sekretaris Umum PC IMM Muaro Jambi

77 tahun perjalanan panjang TNI menjadi garda terdepan menjalankan tugasnya sebagai lembaga keamanan untuk masyarakat dan negara. Di mulai sejak terbentuknya Badan Keamanan Rakyat dari hasil sidang PPKI pada 22 Agustus 1945 yang salah satunya melahirkan BKR sebagai siaga dalam keamanan rakyat pasca kemerdekaan Indonesia. Pada 5 Oktober 1945 setelah keadaan semakin genting karena tentara Inggris yang datang ke Indonesia dengan dalih mengambil alih kekuasaan dari Jepang, pemerintah mengeluarkan maklumat mengenai pembentukan Tentara Keamanan Rakyat yang juga di latar belakangi oleh para anggota BKR yang membutuhkan wadah yang resmi sebagai tentara nasional.

Ketika saat Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat, terbentuklah APRIS (Angkatan Perang RIS) gabungan antara TNI dan KNIL. Setelah Indonesia tidak lagi menjadi Republik Indonesia Serikat, APRIS berganti menjadi APRI. Tahun 1962 APRI berubah nama menjadi ABRI di dalamnya tergabung antara polisi dan tentara. Kemudian pada tahun 1998 ABRI kembali berganti nama semula yaitu TNI, sehingga kepolisian dan tentara secara resmi berdiri secara sendiri-sendiri.

Namun bukan perjalanan sejarah ini yang akan saya soroti di usia 77 tahun, itu hanya sebagai pengantar, sekeras apa perjuangan TNI untuk membentuk dan mendirikan tentara nasional. Jika di tilik dari sejarahnya, tentu peran TNI sangat lah mulia, menjaga negara yang baru saja tumbuh (dulu TKR). Bagaimana dulu tentara Indonesia menghadapi agresi militer itu adalah bukti nyata kecintaan terhadap negara.

Lalu jika kita melihat hari ini masihkah tugas tentara sebagaimana saya tuliskan di atas? Baru-baru ini peristiwa yang tidak mengenakkan kita semua, membawa duka yang mendalam di arena olahraga, Kanjuruhan Malang. Banyaknya jatuh korban jiwa supporter di sebabkan kekerasan demi kekerasan yang di dapatkan oleh aparat keamanan. Kita melihat contoh pada gambar di atas. Apakah itu tugas tentara hari ini? Bukan lagi melindungi masyarakat tapi menjadikan masyarakat sebagai musuh.

Lalu selama ini calon tentara di didik dan di latih di berikan teknik perang, tes psikologi dan wawasan kebangsaan, apakah outputnya demikian? Kalau Tan Malaka memiliki quote “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali” maka saya memiliki quote “Bila tentara yang telah di latih dan di didik selama pendidikan militer mempelajari teknik perang, keamanan negara serta wawasan kebangsaan tapi jika masyarakat masih di pandang sebagai musuh, maka pendidikan itu tidak usah di berikan sama sekali”.

Iya ini memang hanya lah oknum, tidak semua anggota tentara bersikap demikian, tapi bukan berarti kita tidak bisa berbuat demikian. Bisa jadi hari ini adalah dia orang yang melukai masyarakat, mungkin besok adalah kita yang melukai masyarakat.

Sesuai judul tulisan saya “Selamat bermuhasabah TNI ke 77 kali” tulisan ini dibuat sebagai koreksi diri terutama untuk seluruh tentara Republik Indonesia. Saya hanya berharap agar kejadian-kejadian seperti Kanjuruhan tidak terjadi lagi, tidak ada lagi tentara yang melukai rakyat, tentara harus kembali sesuai tugasnya, melindungi dan terus menjaga rakyat dan negara.

*Silakan Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *