Harga Sawit di Jambi Anjlok, Gubernur Tak Berdaya?

Foto: Gubernur Jambi Al Haris

IDEAA.ID, JAMBI – Pemprov Jambi kembali menetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit periode 26 Agustus-1 September 2022. Harga TBS sawit umur 10-20 tahun yang ditetapkan untuk sepekan ke depan naik Rp 15,83 per kilogram (kg), menjadi Rp. 2.283,39 Kg. Harga ini ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan tim perumus dalam rapat yang dihadiri para pengusaha, koperasi dan kelompok tani sawit.

Berikut rincian harga sawit Provinsi Jambi dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi periode 26 Agustus- 1 September: sawit umur 3 tahun Rp 1.800,08 per Kg, umur 4 tahun Rp 1.905,07 per Kg, umur 5 tahun Rp 1.994,04 per Kg, umur 6 tahun Rp 2.078,36 per Kg, umur 7 tahun Rp 2.131,00 per Kg, dan umur 8 tahun Rp 2.174,81 per Kg.

Kemudian, harga sawit umur 9 tahun Rp 2.218,59 per Kg, umur 10-20 tahun Rp 2.283,39 per Kg, umur 21-24 tahun Rp 2.212,14 per Kg, dan umur 25 tahun Rp 2.105,96 per Kg. Sementara harga minyak sawit mentah (CPO) ditetapkan Rp 10.611,44 per Kg dan harga Kernel Rp 5.333,57 poer Kg dengan indeks K 87,76%.

Sayangnya, harga yang ditetapkan Pemprov Jambi ini tidak diterapkan di lapangan. Dari informasi yang dikumpulkan Jambi One, sampai Kamis (25/8/2022) kemarin, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang beroperasi di Jambi membeli TBS sawit petani masih dibawah Rp 2.000 per Kg.
Pabrik Kelapa Sawit PT Angso Duo Sawit (ADS) di Kecamatan Mestong, Muaro Jambi misalnya.

Berdasarkan data update harga yang diperoleh Jambi One, Kamis, 25 Agustus 2022 kemarin membeli TBS Plasma dengan harga Rp 1.695 – Rp 1.745 per Kg. Harga ini memang ada kenaikan dari sehari sebelumnya, Rabu (24/8/2022), Rp 1.645 – Rp 1.695 per Kg.

Sementara untuk peride 26 Agutus 2022, berdasarkan update harga yang diperoleh Jambi One, ada kenaikan Rp 50 per Kg di PT ADS. Untuk buah plasma Rp 1.795 per Kg dan buah klas B Rp 1.745 per Kg.
Begitu juga dengan PKS lain yang tersebar di sejumlah kabupaten di Provinsi Jambi. Belum ada yang membeli TBS di atas Rp 2.000.

Padahal Gubernur Jambi Al Haris sudah mewanti wanti agar PKS membeli TBS di atas Rp 2.000 per Kg. Bahkan gubernur pernah mengingatkan, jika ada PKS yang membeli TBS di bawah Rp 2.000 akan ditindak tegas.

Tapi, sampai sekarang belum ada tindakan dari gubernur terhadap PKS yang tidak mengikuti instruksinya itu. Gubernur seperti tak berdaya menghadapi PKS. Padahal, sebelumnya Pemprov Jambi melalui Dinas Perkebunan sudah mengumpulkan para pengusaha pengelola PKS. Gubernur mengeluarkan isntruksi dalam rapat bersama para pengusaha tersebut.

Lalu apa yang menjadi factor penyebab harga TBS sawit di Jambi masih dibawah Rp 2.000 perkilo? Akademis dan pengamat ekonomi dari STIE Jambi, Dr Noviardi Verzi mengatakan, masalah harga sawit yang masih di bawah 2000 ribu, sebenarnya lebih pada masalah supply and demand.

Menurut dia, patokan dasar harga CPO itu adalah permintaan di pasar dunia. Sedangkan pasokan (supply) hari ini masih dikuasai Malaysia yang melakukan kontrak jangka panjang (long term) dengan pembeli India, China maupun Eropa.

Kenapa bisa demikian? ‘’Karena saat Indonesia menghentikan eksport CPO dan turunannya beberapa waktu lalu, Malaysia langsung memainkan kebijakan menghapus segala pajak eksport.

Hal ini membuat mereka bisa melakukan kontrak dengan negara konsumen secara besar,’’ jelasnya.
Masalahnya tak sampai disitu, saat Gubernur menetapkan harga di periode 26 Agustus -1 September, Rp 2.283 per Kg (naik 15,83 per Kg) untuk usia tanam 10-20 tahun, tidak terlalu efektif mengatrol harga. ‘’ Kenapa? Karena ini kebijakan harga pembelian TBS ini sesungguhnya di bawah payung kemitraan, dalam payung inti-plasma.

Sehingga, petani swadaya kesulitan memperoleh akses kepada perlindungan harga,’’ katanya.
Menurut dia, hal tersebut tentu bertentangan dengan kenyataan berkembangnya petani swadaya dan adanya regulasi yang mewajibkan perusahaan perkebunan untuk membeli TBS petani swadaya.

Lalu, apakah Gubernur bisa menindak pabrik yang membeli TBS di bawah Rp 2.000 ? Menurut Noviardi, hal ini tidak bisa serta merta dilakukan Gubernur. Karena, walau bagaimanapun perusahaan memiliki otoritas ekonomi untuk membeli atau tidak TBS masyarakat.

Kata dia, yang bisa dilakukan Gubernur adalah mendorong petani membentuk kerjasama dengan pabrik di luar skema inti plasma. Dengan kerjasama ini ada kesepakatan harga yang lebih baik dibanding tidak kerjasama antara petani dan pabrik.

‘’ Masalah janji menindak PKS itu saya menilai pak Gubernur dijerumuskan oleh OPD yang mengurusi perkebunan. Situasi tata niaga sudah berubah, sementara mekanisme penetapan yang direkomendasi ke Gubernur masih pola lama,’’ kata dosen Ekonomi STIE Jambi ini.

Di bagian lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meminta para kepala daerah mendukung keberlanjutan sektor kelapa sawit di daerah masing-masing. Apalagi, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian tidak lepas dari kontributor subsektor sawit. “Ekspor sawit yang tinggi harus terus didorong karena harga komoditas global yang tinggi saat ini,” Kata Airlangga, kemarin.

Untuk meningkatkan nilai tambah yang semakin tinggi pada sektor sawit, kata Airlangga, sektor hilir sawit terus dikembangkan. Sehingga tidak hanya fokus pada ekspor bahan mentah. Tetapi juga produk hilir dengan nilai tambah tinggi.

“Tentu saja pengembangan sektor sawit juga didorong dengan aspek sustainability agar ramah lingkungan sejalan dengan SDGs. Ini kita lakukan dengan sertifikasi ISPO, RAN KSB dan melanjutkan program peremajaan sawit rakyat,”tambahnya. (Sumber: Jambione.com)

*Silakan Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *